A.
Pengertian
Layanan Bimbingan Belajar
Untuk
dapat memahami apa yang dimaksud dengan layanan bimbingan belajar terlebih
dahulu perlu dipahami apa yang dimaksud dengan belajar. Banyak definisi tentang
belajar yang telah dirumuskan oleh para ahli, antara lain sebagai berikut:
1. “Belajar
adalah proses tingkah laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau diubah melalui
praktek dan latihan” (Garry & Kingsley, 1970:15)
2. “Belajar
adalah perubahan yang relatif permanen dalam tingkah laku atau kemampuan yang
merupakan hasil dari pengalaman” (Vanderzanden dan Pace, 1984)
3.
“Belajar ialah proses
perubahan tingkah laku seseorang terhadap situasi tertentu yang disebabkan oleh
pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah
laku itu tidak dapat dijelaskan berdasarkan atas kecenderungan tanggapan
bawaan, kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat seseorang (misalnya: kelelahan,
pengaruh obat-obatan, dan sebagainya)” (Hilgard dan Bower, 1975)
Prayitno
(1985) mengemukakan bahwa masalah adalah sesuatu yang tidak disukai adanya, menimbulkan
kesulitan bagi diri sendiri dan atau orang lain, ingin atau perlu dihilangkan.
menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan
yaitu perubahan dalam tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan
lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pengertian belajar dapat
didefinisikan “Belajar ialah sesuatu proses yang dilakukan individu untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai
hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.
Menurut Gagne
(1984: 77) bahwa “belajar adalah suatu proses dimana suatu organisasi berubah
perilakunya sebagai akibat pengalaman”. Dari definisi masalah dan belajar maka
masalah belajar dapat diartikan atau didefinisikan sebagai berikut :“Masalah
belajar adalah suatu kondisi tertentu yang dialami oleh murid dan menghambat
kelancaran proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan”.
Kondisi
tertentu itu dapat berkenaan dengan keadaan dirinya yaitu berupa
kelemahan-kelemahan dan dapat juga berkenaan dengan lingkungan yang tidak
menguntungkan bagi dirinya. Masalah-masalah belajar ini tidak hanya dialami
oleh murid-murid yang lambat saja dalam belajarnya, tetapi juga dapat menimpa
murid-murid yang pandai atau cerdas.
Dalam
interaksi belajar mengajar siswa merupakan kunci utama keberhasilan belajar
selama proses belajar yang dilakukan. Proses belajar merupakan aktivitas psikis
berkenaan dengan bahan belajar.
Walaupun masing-masing ahli mengemukakan rumusan
yang berbeda sesuai dengan penekanan-penekanan dan penonjolan-penonjolannya
masing-masing, tetapi rupanya ada semacam kesamaan pendapat dikalangan para
ahli sendiri bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku. Menurut
pengertian ini seseorang dikatakan telah belajar apabila dia telah dapat
melakukan sesuatu yang tidak dapat dilakukan sebelumnya. Perubahan tingkah laku
yang diharapkan terjadi dirumuskan dalam bentuk tujuan atau sasaran belajar.
Misalnya, setelah mempelajari mata kuliah Bimbingan dan Konseling, mahasiswa
dapat menjeleskan pengertian bimbingan dan konseling, dapat melaknsanakan
bimbingan dan konseling dan sebagainya. Namun demikian, tidak semua murid dapat
mencapai tujuan atau sasaran belajar itu dengan cepat dan tepat sehingga
memerlukan tugas-tugas khusus yang terencana. Murid-murid seperti ini perlu
diberikan bantuan atau pertolongan yang disebut layanan bimbingan belajar.
Dengan
titik bertolak dari uraian diatas maka yang dimaksud dengan layanan bimbingan
belajar ialah suatu proses bantuan yang diberikan kepada individu (murid) untuk
dapat mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya dlam belajar, agar setelah
melaksanakan kegiatan belajar-mengajar mereka dapat mencapai hasil belajar yang
lebih baik sesuai dengan kemampuan,
bakat, dan minat yang dimiliki masing-masing.
Pelaksanaan
layanan bimbingan belajar dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Langkah 1 : menentukan murid yang mengalami masalah
belajar
Langkah 2 :
mengungkapkan sebab-sebab terjadinya masalah belajar
Langkah 3 : membantu
murid mengatasi masalah yang dialaminya dalam belajar
Langkah 4 : melaksanakan penilaian untuk menentukan
sejauh mana layanan bantuan yang telah diberikan mencapai hasil yang diharapkan
Langkah 5 : melaksanakan usaha-usaha tindak lanjut dari
layanan-layanan sebelumnya.
B.
Masalah Belajar
Masalah belajar adalah suatu kondisi
tertentu yang dialami oleh seseorang murid dan menghambat kelancaran proses
belajarnya. Kondisi tertentu itu dapat berkenaan dengan keadaan dirinya yaitu
berupa kelemahan-kelemahan yang dimilikinya dan dapat juga berkenaan dengan
lingkungan yang tidak menguntungkan bagi dirinya. Masalah-masalah belajar ini
tidak hanya dialami oleh murid-murid yang terbelakang saja, tetapi juga dapat
menimpa murid-murid yang terbelakang saja, tetapi juga dapat menimpa
murid-murid yang pandai atau cerdas.
Pada dasarnya, masalah-masalah belajar dapat
digolongkan atas:
1.
Sangat cepat dalam
belajar, yaitu murid-murid yang tampaknya memiliki bakat akademik yang cukup
tinggi, memiliki IQ sebesar 130 atau lebih, dan memerlukan tugas-tugas khusus
yang terencana.
2. Keterlambatan
akademik, yaitu murid-murid yang
tampaknya memiliki inteligensi normal tetapi tidak dapat memanfaatkannya secara
baik.
3. Lambat
belajar, yaitu murid-murid yang tampak memiliki kemampuan yang kurang memadai.
Mereka memiliki IQ sekitar 70-90 sehingga perlu dipertimbangkan untuk
mendapatkan banttuan khusus.
4. Penempatan
kelas, yaitu murid-murid yang umur, kemampuan, ukuran, dan minat-minat sosial
yang terlalu besar atau terlalu kecil untuk kelas yang ditempatinya.
5. Kurang
motif dalam belajar, yaitu murid-murid yang kurang semangat dalam belajar.
Mereka tampak jera dan malas.
6. Sikap
dan kebiasaan buruk dalam belajar, yaitu murid-myrid yang kegiatan atau
perbuatan belajarnya berlawanan atau tidak sesuai dengan yang seharusnya,
seperti suka menunda-nunda tugas, belajar pada saat akan ujian saja.
7. Kehadiran
disekolah, yaitu murid-murid yang sering tidak hadir atau menderita sakit dalam
jangka waktu yang cukup lama sehingga kehilangan sebagian besar kegiatan
belajarnya.
Murid-murid
seperti diatas perlu mendapatkannya bantuan dari guru agar mereka dapat
melaksanakan kegiatan-kegiatan belajar mereka secara baik dan terarah. Pada
gilirannya mereka dapat mencapai tujuan-tujuan yang diharapkan dalam
pengajaran.
C.
PENENTUAN
MURID-MURID YANG MENGALAMI MASALAH BELAJAR
Sesuai dengan fungsi-fungsi bimbingan dan konseling,
maka yang pertama dan yang paling awal harus dilakukan dalam rangkaian kegiatan
layanan bimbingan belajar adalah menentukan siapa murid yang mengalami masalah
belajar. Penentuan siapa murid yang mengalami masalah belajar dapat dilakukan
dengan menggunakan prosedur berikut ini:
1. Penilaian
hasil belajar
Guru
diharapkan melaksanakan penilaian hasil belajar secara berkesinambungan. Salah
satu tujuan dari penilaian hasil belajar adalah untuk mengetahui sejauh mana
murid telah mencapai hasil belajar yang direncanakan sebelumnya. Dala hal ini
ada dua jenis acuan yang digunakan, yaitu penilaian acuan patokan dan penilaian
acuan norma
a)
Penilaian acuan patokan
Menurut
penilaian yang menggunakan acuan Patokan, arah atau sasaran yang harus dicapai
murid dalam belajar ditentukan oleh tujuan-tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya, yang disebut tujuan intruksional umum (TIU) dan tujuan intruksional
khusus (TIK). Istilah tujuan intruksional khusus kadang-kadang disebut juga
sasaran belajar.
Menurut
penilaian acuan ini, murid dikatakan telah mencapai hasil belajar sebagaimana
yang diharapkan apabila hasil belajar sebagaimana yang siharapikan apabila
telah menguasai bahan-bahan belajar sesuai dengan patokan yang ditetapkan.
Patokan ini dinyatakan dalam bentuk presentase minimal, misalnya 75%, 80%, 90%
dan sebagainya. Memang tidak ada ketentuan yang pasti tentang batas presentase
minimal yang harus digunakan. Biasanya ditetapkan atas dasar kesepakatan dari
para perencana pendidikan dan pengajaran di sekolah.
Dengan
menggunakan batas presentase minimal itu, guru dapat menentukan mana murid yang
telah menguasai bahan belajar dan mana yang belum. Murid-murid yang belum
menguasai bahan belajar digolongkan sebagai murid yang mengalami masalah dalam
belajar.
b)
Penilaian acuan norma
(PAN)
Pelaksanaan
penilaian yang menggunakan acuan norma didasarkan atas anggapan bahwa setelah sekelompok
murid mengikuti kegiatan belajar, maka tingkat keberhasilan mereka akan
menyebar dalam bentuk kurva norma berikut ini :
![]() |


KS K S B BS
Sebagian besar (68%)
dari murid itu akan memperoleh hasil belajar sedang (S); sebagian kecil yaitu
13,5% memperoleh hasil belajar baik(B) dan 13,5% lagi kurang (K). selebihnya
berada pada kedua ujung kurva yaitu +2,5% memperoleh hasil belajar baik sekali
(BS), dan 2,5% lagi kurang sekali (KS).
Dengan menggunakan
penilaian acuan ini guru dapat menentukan siapa murid yang paling pandai,
kurang pandai, atau paling tidak pandai dibandingkan dengan teman-teman
sekelompoknya. Selanjutnya berdasarkan atas pemahaman itu guru memanfaatkanya
untuk kepentingan bimbingan dan konseling, baik untuk layanan bimbingan belajar
maupun untuk layanan bimbingan lainnya.
2. Pemanfaatan
hasil tes intelegensi
Belajar dipengaruhi oleh
intelegensi atau kemampuan dasar. Semakin tinggi kemampuan dasar semakin tinggi
hasil belajar diperoleh.
140
– ke atas – sangat tinggi
120
– 139 – tinggi
110
– 119 – di atas biasa
100
– 109 – biasa/sedang
90
– 99 – dibawah biasa
80
– 89 – rendah
Di
bawah 79 – sangat rendah
Tinggi
rendahnya tingkat kemampuan dasar itu biasanya diukur dengan tes kemampuan
dasar yang sudah baku (standardized). Beberapa tes yang sering digunakan untuk
mengukur tingkat kemampuan dasar murid sekolah dasar antara lain adalah Draw a
man test (DMT), colour progressive matrices test (CPM), weschsler intelligence
scale for children (WISC), dan standford binet intelligence scale (SBIS). Hasil
tes ini disimpan di dalam buku data pribadi murid untuk selanjutnya digunakan
dalam rangka pelaksanakan layanan bimbingan dan konseling umumnya dan layanan
bimbingan belajar khususnya.
Hasil
belajar yang dicapai murid seyogyanya dapat mencerminkan kemampuan dasar yang
dimilikinya. Murid yang tingkat kemampuan dasarnya tinggi diharapkan memperoleh
hasil belajar yang tinggi pula. Dengan membandingkan tingkat kemampuan dasar
yang dimiliki oleh masing-masing murid dengan hasil belajarnya, guru dapat
mengetahui apakah murid yang bersangkutan telah mencapai hasil belajar yang
optimal atau belum. Murid-murid yang hasil belajarnya lebih rendah dari tingkat
kemampuan dasar yang dimilikinya digolongkan sebagai murid yang bermasalah dan
perlu mendapat bantu7an khusus melalui layanan bimbingan belajar.
3.
Pengamatan (observasi)
Dibandingkan dengan guru sekolah menengah, maka guru
sekolah dasar menempati kedudukan yang menguntungkan dalam mengamati keadaan
murid sehari-hari. Dia diserahkan tugas untuk memegang dan mengajarkan sebagian
besar mata pelajaran yang ada pada sebuah kelas tertentu. Setiap hari mulai
dari jam pertama sampai dengen jam pelajaran terakhir guru selalu berhadapan
dengan murid yang sama. Kedudukan yang demikian itu memungkinkan dia dapat
mengamati keadaan masing-masing murid secara lebih mendalam. Dia dapat
mengetahui secara pasti siapa muridnya yang serig terlambat dtang ke sekolah,
siapa murid yang sikap dan kebiasaanya buruk dalam belajar, dan sebagainya.
Berdasarkan pengenalan yang mendalam itu, guru hendaknya dapat pula
memanfaatkan peluang itu untuk usaha bimbingan dan konseling umumnya, dan
layanan bimbingan belajar khusus.
D.
Pengungkapan
Sebab-sebab Masalah
Belajar
Setelah guru mengetahui siapa murid yang bermasalah
dalam belajar dan apa jenis masalah yang dialaminya, selanjutnya guru perlu mengungkapkan
mengapa masalah itu terjadi. Usaha ini didasarkan pada anggapan bahwa guru
tidak dapat mengambil keputusan yang bijaksana tentang bagaimana membantu
mengatasi masalah yang dialami oleh murid dalam belajar, jika guru itu sendiri
tidak memiliki gambaran yang jelas tentang apa masalah yang sesungguhnya dan
mengapa masalah itu terjadi. Misalnya jika msalah belajar yang dialami oleh
seseorang murid menyangkut kesulitan membaca yang disebabkan penglihatan jauh,
maka guru tidak dapat membantu murid tersebut hany dengan menyediakan jam
tambahan untuk latihan membaca, taupun dengan menyuruh murid agar rajin belajar
dirumah.
Dalam rangka mengungkapkan sebab-sebab terjadinya
masalah belajar yang dialami oleh murid ada dua tahap yang harus dilalui,
yaitu: (1) tahap menentukan letak (lokasi) masalah, dan (2) tahap memperkirakan
sebab-sebab terjadinya masalah belajar (Koestoer P. dan A. Hadisaputra, 1978).
Tahap penentuan letak masalah
merupakan tahap penentuan dimana sebenarnya masalah itu terjadi. Oleh sebab itu
dalam tahap ini perlu dilacak bagian-bagian mana dari tujuan-tujuan pengajran
yang belum dikuasai oleh murid. Tujuan itu tidak hanya mengenai tujuan-tujuan
formal (tercantum dalam kurikulum) saja, tetapi juga tujuan-tujuan informal
yaitu tujuan-tujuan yang ada di pikiran guru. Setiap mata pelajaran mempunyai
tujuan-tujuan tertentu. Tujuan-tujuan itu merupakan tingkah laku yang
diharapkan terjadi setelah murid melaksanakan kegiatan belajar. Misalnya,
setelah mempelajari mata pelajaran Pancasila murid dapat menyebutkan
sekurang-kurangnya dua contoh pengamalan masing-masing sila dalam kehidupan
sehari-hari. Tujuan-tujuan seperti itu dikatakan sebagai tujuan formal dari
pengajaran. Tingkah laku murid yang diharapkan tidak hanya menyangkut isi
pelajarannya, tetapi juga menyangkut sikap-sikap, kebiasaan-kebiasaan belajar,
sopan santun dan sebagainya. Misalnya, mengangkat tangan setiap kali akan
berbicara di dalam kelas atau meminta izin kepada guru setiap kali akan keluar
kelas sewaktu jam pelajaran berlangsung. Setelah guru mengetahui letak masalah
yang sesungguhnya, guru dapat melaksanakan tahap berikutnya yaitumemperkirakan
sebab-sebab terjadinya masalah yang dialami oleh murid dalam belajar. Guru
sukar menentukan sebab-sebab terjadinya masalah yang sesungguhnya karena
masalah belajar itu sangat kompleks. Hal ini mengandung pengertian bahwa:
pertama masalah belajara dapat timbul oleh berbagai sebab yang berlainan. Suatu
masalah belajar yang sama dialami oleh dua orang murid atau lebih, belum tentu
disebabkan oleh faktor yang sama. Misalnya dua murid kelas tiga sekolah dasar
tidak dapat membaca dengan baik dan benar suatu bacaan yang diberikan gurunya.
Murid yang satu mungkin disebabkan karena penglihatannya jauh, sedangkan murid
yang lain disebabkan tidak menguasai tata bahasa yang benar. Kedua, dari sebab
seorang murid atau lebih menimbulkan masalah yang berlainan. Sering kali suatu
kondisi yang sama dimiliki oleh seorang murid atau lebih menimbulkan masalah
yang berlainan pada masing-masing individu. Misalnya, dua orang murid sama-sama
berasal dari lingkungan keluarga yang kurang memungkinkan. Murid yang satu mungkin akan berusaha sekuat tenaga
memusatkan perhatiannya terhadap pelajaran dengan sedikit mungkin membuang waktunya
untuk kegiatan yang tidak begitu perlu, sedangkan murid yang lain tidak dapat
belajar dengan baik. Akibatnya murid
yang satu memperoleh nilai yang baik,
sementara murid yang lain memperoleh nilai yang kurang. Ketiga, sebab-sebab
masalah belajar dapaat saling berhubungan antara satu dengan yang lain.
Kadang-kadang masalah belajar yang dihadapi oleh seorang murid tidak timbul
dari satu sebab saja, melainkan dapat timbul dari berbagai sebab yang saling
berhubungan antara yang satu dengan yang lain. Misalkan seorang yang memiliki
kondisi tertentu (cacat fisik, gagap) yang dapat menyebabkan ia mengalami
masalah belajar. Kondisi yang seperti ini menimbulkan tanggapan dari orang lain
dan sskitarnya. Tanggapan-tanggapan yang diterimanya itu menyebabkan dia
memberikan tanggapan pula pada dirinya (misalnya, merasa rendah diri). Perasaan
rendah diri itu selanjutnya menimbulkan lagi kesulitan belajar pada murid yang
bersangkutan.
Uraian diatas memaparkan secara teknis
langkah-langkah yang harus ditempuh dalam mengungkapkan sebab-sebab terjadinya
masalah belajar yang dialami murid. Pada dasarnya masalah belajar itu dapat
terjadi oleh berbagai faktor, dan dapat digolongkan atas: (1) faktor yang
bersumber dari murid itu sendiri. (2) faktor yang bersumber dari lingkungan
keluarganya. (3) faktor yang bersumber dari lingkungan dan masyarakat.
1.
Faktor-faktor
yang bersumber dari murid itu sendiri
a. Tingkat kecerdasan Rendah
Tidak diragukan lagi
bahwa taraf kecerdasan atau kemampuan dasar merupakan salah satu factor penentu
keberhasilan belajar. Kemampuan dasar yang tinggi pada seorang anak
memungkinkan dapat menggunakan kemampuannya untuk belajar dan memecahkan
persoalan-persoalan baru secara cepat, tepat, dan berhasil. Sebaliknya tingkat
kemampuan yang rendah dapat mengakibatkan murid mengalami kesulitan dalam belajar.
b.
Kesehatan sering
terganggu
Belajar tidak hanya melibatkan pikiran, tetapi juga
jasmaniyah. Badan yang sering sakit-sakitan, kurang vitamin, dan kurang gizi
dapat membuat seseorang tidak berdaya, tidak bersemangat dan tidak memiliki
kemampuan dalam belajar. Apabila seorang tidak bersemangat dan tidak memiliki
kemampuan dalam belajar, maka besar kemungkinan orang yang bersangkutan tidak
dapat mencapai hasil belajar seperti yang diharapkan.
c.
Alat penglihatan dan
pendengaran kurang berfungsi dengan baik
penglihatan
dan pendengaran merupakan alat indera yang terpenting untuk belajar. Apabila
mekanisme antara mata dan telinga kurang berfungsi, maka tanggapan yang berasal
dari dunia luar; umpamanya dari guru,
tidak mungkin diterima oleh yang bersangkutan. Oleh sebab itu, murid tidak
dapat menerima dan memahami bahan-bahan pelajaran, baik yang disampaikan
langsung oleh guru maupun melalui buku-buku bacaan.
d. Gangguan alat perseptual
setelah sesuatu pesan diterima oleh mata dan
telinga, langkah berikutnya dalam proses belajar ialah mengirim pesan itu ke
otak, sehingga pesan itu dapat ditafsirkan. Langkah itu disebut persepsi
(koestoer P. dan A. Hadisaputro, 1978). Apa sebenarnya yang terjadi dalam
persepsi adalah proses pengolahan tanggapan baru (yang diterima melalui indera)
dengan pertolongan ini akan menghasilkan dan memberikan arti atau makna
tertentu kepada tanggapan yang diterima. Tetapi, persepsi itu bias juga salah,
kalau ada gangguan pada alat perceptual. Dalam hal ini tanggapan yang diterima
oleh alat indera tidak dapat diartikan sebagaimana mestinya.
e. Tidak menguasai cara-cara belajar yang baik
Kegagalan belajar tidak
semata-mata disebabkan oleh tingkat kesehatan yang rendah atau factor
kesehatan, tetapi juga disebabkan karena tidak menguasai cara belajar yang
baik. Ternyata terdapat hubungan yang berarti antara cara belajar yang
diterapkan dengan hasil belajar yang dicapai (Rosmawati, 1983). Ini berarti
bahwa murid yang cara belajarnya lebih baik cenderung memperoleh hasil yang
lebi baik pula dan demikian juga sebaliknya. Untuk memungkinkan murid dapat
menerapkan cara belajar yang baik, sejak dini murid hendaklah diterapkan dan
dibiasakan menerapkan cara belajar yang baik dalam kehidupan sehari-hari baik
disekolah maupun dirumah.
2.
Faktor-faktor
yang bersumber dari keluarga
a.
Kemampuan
ekonomi orang tua yang kurang memadai
hasil belajar yang baik tidak
dapat diperoleh hanya mengandalkan keterangan-keterangan yang diberikan guru di
depan kelas, tetapi juga membutuhkan alat-alat yang memadai seperti: buku
tulis, pensil, pena, peta dan terlebih lagi buku bacaan. Sebagian besar alat-alat
pelajaran itu harus disediakan sendiri oleh murid-murid yang bersangkutan. Bagi
orang tua yang keadaan ekonominya kurang baik sudah barang tidak dapat memenuhi
kebutuhan anaknya itu secara memuaskan. Apabila keadaan ini terjadi pada orang
tua murid, maka murid yang bersangkutan akan menanggung resiko yang memang
tidak diharapkan.
b.
Anak-anak kurang
mendapatkan perhatian dan pengawasan dari orang tuanya
pendidikan tidak hanya berlangsung
di sekolah tetapi juga dalam keluarga. Sayangnya, masih banyak orang tua yang
beranggapan bahwa tugas mendidik hanyalah tugas sekolah saja. Para orang tua
seperti itu menganggap bahwa tugas mendidik hanyalah tugas orang tua tidak
lebih sekedar mencukupi kebutuhan lahir anak seperti: makan, minum, pakaian,
dan alat-alat pelajaran serta kebutuhan lain yang bersifat kebendahan. Oleh
sebab itu para orang tua yang seperti ini selalu sibuk dengan pekerjaan mereka
sejak pagi sampai sore, bahkan ada juga yang sampai malam untuk mendapatkan
uang sebanyak-banyaknya. Mereka tidak memiliki waktu lagi untuk memperhatikan
dan mengawasi anak-anaknya belajar dan atau bermain.
c.
Harapan orang
tua terhadap anak terlalu tinggi
disamping adanya orang tua yang kurang memperhatikan
dan mengawasi anaknya, terdapat pula orang tua yang memiliki pengharapan yang
sangat tinggi terhadap anaknya. Mereka memaksa anak-anak itu untuk selalu rajin
belajar, dan memperoleh nilai yang tinggi tanpa memperhatikan anak memiliki
kemampuan yang cukup memadai untuk melaksanakan kegiatan belajar dan memperoleh
nilai tinggi. Bagi murid-murid yang ditakdirkan tidak mempunyai kemampuan yang
cukup tinggi dengan sendirinya akan merasa tugas-tugas dan harapan itu sebagai
suatu siksaan dan pada gilirannya dapat menimbulkan putus asa dan tak acuh
lagi pada murid itu sendiri.
d.
Orang tua pilih
kasih terhadap anak
keadaan
anak dalam suatu keluarga tidak selalu sama, dengan kata lain mereka dilahirkan
dengan membawa kelebihan dan kekurangan masing-masing. Ada anak yang dilahirkan
membawa potensi yang cukup tinggi, tetapi ada juga yang sebaliknya. Ada anak
yang dilahirkan sesuai yang diharapkan, tetapi juga tidak demikian.
Keadaan-keadaan ini rupanya tidak selalu diterima oleh sebagian orang tua
sebagai suatu kenyataan. Ada orang tua
yang menolak anaknya yang keadaannya tidak sesuai dengan yang mereka harapkan.
Penolakan ini memang sangat tidak dinyatakan secara terus terang, tetapi ditampilkan
dalam bentuk perlakuan-perlakuan tertentu. Misalnya dengan melebih-lebihkan
atau menyanjung-nyanjung anak yang mereka anggap memenuhi harapan mereka dan
mengabaikan atau mencela anak yang tidak mereka harapkan.
e.
Hubungan
keluarga tidak harmonis
Orang tua merupakan tumpuan harapan anak-anak.
Mereka mengharapkan pendidikan, bimbingan, kasih sayang dari orang tua agar
dapat tumbuh dan berkembang menjadi manusia dewasa. Harapan-harapan hanya
mungkin terwujud apabila dalam keluarga terdapat hubungan yang harmonis antara
yang satu dengan yang lain, yaitu antara
ibu dengan ayah, antara kedua orang tua dengan anak-anaknya dan antara
anak-anak sesamanya. Apabila di dalam suatu keluarga tidak terdapat hubungan
yang harmonis seperti ayah dan ibu yang selalu cekcok, jarang tinggal dirumah,
anak-anak sering bertengkar sesamanya dan sebagainya, maka anak akan merasa
tidak aman dan tidak dapat memusatkan perhatiannya dalam belajar. Hal ini
terjadi karena proses belajar yang memang menuntut adanya ketenangan dan
ketrentaman dirumah.
3.
Faktor-faktor
yang bersumber dari lingkungan sekolah dan masyarakat
Masalah-masalah
yang dialami murid dalam belajar tidak saja bersunber dari keadaan rumah tangga
atau keadaan murid, tetapi dapat juga bersumber dari sekolah atau lembaga
pendidikam itu sendiri. Kondisi-kondisi sekolah yang dapat menyebabkan masalah
belajar pada antara lain : kurikulum yang tidak sesuai, guru yang kurang
menguasai bahan pelajaran, metode mengajar yang kurang sesuai, alat-alat dan
media pengajaran kurang memadai.
E.
Membantu
murid mengatasi masalah belajar
Berkenaan dengan masalah-masalah yang dihadapi murid dalam
belajar, ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh guru, antara lain
1.
Pengajaran
perbaikan
Pengajaran
perbaikan bentuk khusus dari pengajaran yang diberikan kepada seseorang atau
beberapa orang murid yang mengalami kesulitan dalam belajar. Kekhususan dari
pengajaran ini terletak pada murid yang dilayani, bahan pelajaran, metode, dan
media penyampaiannya. Seperti setelah disinggung diatas, bahwa murid yang
dilayani adalah murid-murid yang mengalami kesulitan-kesulitan dalam belajar.
Kesulitan-kesulitan itu dapat berupa adanya bagian-bagian dari bahan pelajaran
yang tidak dikuasai, kesalahan memahami kon sep-konsep, dan sebagainya. Hal ini
sekaligus dapat menjadi materi atau bahan dari pengajaran perbaikan. Bahan ini
dapat berfariasi antara seorang murid dengan murid lain. Metode dan medianya
juga berfariasi.
Kegiatan pokok dalam pengajaran
perbaikan terletak pada usaha memperbaiki kesalahan-kesalahan atau
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada nurid yang berkenaan dengan mata
pelajaran yang telah dipelajarinya. Oleh sebab itu, guru tidak perlu lagi
banyak menggunakan metode ceramah atau metode diskusi dalam menyajikan bahan
pelajaran kepada murid. Guru juga tidak perlu lagi mengulang mengajarkan semua
bahan pelajaran yang sudah disampaikan. Pengajaran dipusatkan pada bahan-bahan
pengajaran yang belum dikuasai dengan baik oleh murid, dengan jalan memberikan
penjelasan seperlunya, mengadakan Tanya jawab, demontrasi, latihan, pemberian
tugas dan evaluasi. Berkenaan dengan hal ini,Bradfield (dalam Travers, 1970)
menyarankan :
a. Berikan
tugas-tugas singkat tentang hal-hal yang harus dikerjakan oleh murid dengan
mempertimbangkan juga penyelesaian tugas-tugas sebelumnya :
b. Pastikan
bahwa murid pernah memahami secara baik tentang apa yang harus dikerjakannya.
Misalnya, dengan member tanda dengan pensil atau tinta berwarna pada bagisn-bagian ysng harus dikerjakan:
c. Selang-selingilah
waktu pertemuan dengan kegiatan-kegiatan lain, dengan secara bertahap
tingkatkan lama waktu pertemuan:
d. Hindari
memberikan petunjuk secara panjang lebarr dan sukar dipahami murid.
e. Petunjuk-petunjuk
mengerjakan tugas hendaklah diberikan bagian perbagian.
f. Murid
hendaklah ditempatkan pada ruangan yang bebas dari pengaruh-pengaruh atau
perangsang-perangsang yang dapat menggangu pemusatan perhatiannya. Murid yang
sedang mengalami masalah belajar sukar memusatkan perhatiannya dalam waktu yang
cukup lama. Mereka sangat mudah terpengaruh oleh hal-hal yang ada disekitarnya.
g. Berikan
sebanyak mungkin dorongan agar murid mau menyelesaikan tugas-tugas yang
diberikan.
h. Jagalah
agar suasana perasaan murid selalu dalam keadaan stabil dan tenang.
i.
Hindarilah pemberian
tugas-tugas yang terlalu berat dan usahakan menumbuhkan suatu kecintaan untuk
bekajar secara baik dan rapi serta mempunyai sikap positif dalam bekerja.
2.
Pengajaran
pengayaan
Pengajaran
pengayaan adalah suatu bentuk pengajaran yang khusus diberikan kepada
murid-murid yang sangat cepat dalam belajar. Biasanya, murid-murid yang sangat
cepat dalam belajar dapat menguasai bahan-bahan pelajaran yang diberikan lebih
cepat dari pada teman-teman sekelas. Sehubungan dengan hal ini, suatu pertanyaan
yang sering disampaikan adalah: “Apakah murid yang sangat cepat dalam belajar
juga disebut sebagai murid yang bermasalah dalam belajar?”. Dilihat dari segi
belajar yang dicapainya, murid seperti ini memang tidak dapat digolongkan
sebagai murid yang mengalami masalah dalam belajar, yang menjadi masalah adalah
bagaimana agar hasil belajar yang dicapainya itu dapat lebih ditingkatkan lagi,
atau setidak-tidaknya bagaimana hasil belajar yang telah dicapai itu
dipertahankannya terus pada masa yang akan dating sehingga mereka benar-banar
dia mewujudkan perkembangannya secara optimal. Oleh sebab itu, kepada mereka
perlu diberi pengajaran pengayaan. Melalui pengajaran pengayaan murid
memperoleh kesempatan untuk memperluas dan memperdalam pengetahuan dan
ketrampilannya dalam bidang yang dipelajarinya.
Beberapa bentuk pengayaan yang
mungkin dapat ditempuh adalah dengan jalan menugasi murid:
a. Membaca
pokok/sub pokok bahasan yang lain yang bersifat perluasan atau pendalaman dari
pokok/atau sub pokok bahasan yang sedang dipelajari,
b. Melaksanakan
kerja praktek atau percobaan-percobaan, dan
c. Mengerjakan
soal-soal latihan.
3.
Pembinaansikap
dan Kebiasaan Belajar yang Baik
Sikap
dn kebiasaan belajar Rosmawati (1983) dan Ali Yusuf (1984) menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang berarti antara sikap dan kebiasaan belajar yang baik
cenderung memperoleh hasil belajar yang baik, dan demikian sebaliknya. Sejalan
dengan itu, Prayitno (1973) menyatakan bahwa:
“….
Cara belajar (yang meliputi berbagai kebiasaan dan sikap dalam belajar) akan sangat
mempengaruhi hasil belajar yang dicapai. Oleh sebab itu, jika seseorang murid
mendapat nilai yang kurang memuaskan dalam belajar, salah satu factor penting
yang perlu diperiksa adalah bagaimana cara belajar yang ditemouh.”
Dengan
berpedoman pada uraian di atas, maka sikap dan kebiasaan belajar itu memegang
peranan penting. Murid perlu memiliki dan menerapkan sikap dan kebiasaan
belajar yang baik dalam belajar untuk dapat mewujudkan kemampuan-kemampuan
dasar yang tinggi saja bukanlah satu-satunya jaminan bagi murid untuk berhasil
dalam belajar tetapi perlu ditunjang oleh penerapan sikap dan kebiasaan belajar
yang baik.
Sikap
dan kebiasaan belajar itu tidak dibwa sejak lahir atau diturunkan dari kedua
orang tua melainkan terbentuk dari hasil interaksi dengan dunia luar,
dipelajari dan dilatihkan serta diterapkan secara terus-menerus dalam kehidupan
sehari-hari. Pembinaan sikap dan kebiasaan belajar yang baik harus dilaksanakan
sejak anak memasuki sekolah dasar dan dilanjutkan terus dalam kehidupan anak sehari-hari,
baik disekolah maupun di rumah.
Beberapa
cara yang dapat dilakukan guru untuk menumbuh-kembangkan sikap dan kebiasaan
belajar yang baik dari diri murid adalah:
1. Membantu
murid menyusun rencana belajar yang baik. Rencana ini memuat pokok dan sub
pokok bahasan yang akan dipelajari, tujuan yang akan dicapai, cara-cara
mempelajari bahan-bahan yang bersangkutan, alat-alat yang diperlukan dan
cara-vara memeriksa atau mengetahui kemajuan-kemajuan yang dicapai.
2. Membantu
murid mengikuti kegiatan belajar-mengajar di dalam kelas. Sebagian besar
kegiatan belajar-mengajar berlangsung di dalam kelas. Dalam hal ini, murid
perlu mengetahui apa yang harus dikerjakan sebelum mengikuti kegiatan
belajar-mengajar, bagaimana cara memahami dan mencatat keterangan-keterangan
yang diberikan oleh guru, dan apa pula yang harus dikerjakan setelah kegiatan
belajar-mengajar berakhir (setelah sampai di rumah).
3. Melatih
murid membaca cepat. Kecepatan menunjuk kepada banyaknya kata-kata yang tepat
yang dapat dibaca dibacadalam waktu tertentu. Dengan membaca cepat, kemungkinan
murid memperoleh banyak informasi atau ilmu pengetahuan dari buku sumber yang
dibacanya.
4. Melatih
murid untuk dapat mempelajari buku pelajaran secara efesien dan efektif. Salah
satu metode yang perlu dikuasai oleh murid adalah metode SQR3 (Survey,
Question, Read, Recite, Write, dan Review) yang dikembangkan oleh Francis P.
Robinson (Dorothy Keiter, 1975).
5. Menbiasakan
murid mengerjakan tugas-tugas secara teratur, bersih dan rapi.
6. Membantu
murid menyusun jadwal belajar dan mematuhi jadwal yang telah disusunnya. Untuk
ini diperlukan adanya pemantauan dan pengawasan yang berkesinambungan.
7. Membantu
murid agar dapat berkembang secara wajar dan sehat. Misalnya, dengan
memindahkan tempat duduk murid yang dilakukan secara berkala, memberikan posisi
duduk murid (tidak terlalu membungkuk, jarak mata dan buku kurang lebih 30cm),
memeriksa kuku dan sebagainya,
8. Membantu
murid mempersiapkan diri untuk mengikuti ujian, yang meliputi persiapan mental,
penguasaan bahan pelajaran, cara-cara menjawab soal ujian, dan segi-segi
administraktif penyelenggaraan ujian.
4. Meningkatkan
Motivasi Murid untuk Belajar
Motivasi
merupakan suatu usahayang disadari untuk menyerahkan, mengajarkan dan menjaga
tingkah laku seseorang agar ia terdorong untuk bertindak melakukan sesuatu
sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu. (Ngalim Purwanto, 1990:73)
Dalam
belajar, motivasi memegang yang sangat penting dan menentukan pencapaian tujuan
belajar. Di sekolah sering kali ditemukan adanya murid-murid yang malas dalam
belajar. Mereka tampak tidak bersemangat, suka membolos, meninggalkan jam
pelajaran tertentu, tidak mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh guru, dan
sebagainya. Murid-murid seperti ini tidak sewajarnya dibiarkan begitu saja,
karena akan dapat mengurangi efektivitas belajar murid itu sendiri. Akibat yang
lebih jauh murid-murid itu tidak dapat mencapai tujuan-tujuan pengajaran sesuai
dengan yang diharapkan. Untuk murid yang seperti itu hendaknya diupayakan agar
senantiasa meningkatkan motivasi mereka dalam belajar. Meningkatkan motivasi
disini berarti menggerakan murid untuk ingin belajar. Berkenaan dengan hal ini,
disamping memperhatikan dan menerapkan
prinsip-prinsip belajar yang efektif didalam melaksanakan kegiatan
belajar-mengajar, guru harus perlu :
1. Mempelajari
hal-hal yang melatarbelakangi tingkah laku murid yang tidak mau belajar
2. Memberikan
bantuan untuk meningkan motivasi belajar berdasarkan atas pemahaman yang
mendalam tentang latarbelakang tingkah laku murid itu, guru memberikan bantuan
untuk peningkatkan motivasi belajar.
3. Menyadarkan
murid tentang adanya semacam kekurangan yang dimilikinya dengan maksud agar ia
merasakan adanya suatu kebutuhan untuk
ingin belajar.
Di
bawah ini dikemukakan beberapa cara yang dapat dilakukan guru untuk bangkitkan
motivasi murid-murid dalam belajar (Dorothy Keiter, 1975)
a. Tentukan
tujuan-tujuan yang akan dicapai oleh murid dalam belajar, tujuan meliputi
tujuan jangka pendek, tujuan jangka menengah, dan tujuan jangka panjang.
·
Tujuan jangka pendek
merupakan tujuan-tujuanyang segera dapat dicapai. Tujuan ini akan mendorong
murid untuk mencapai tujuan berikutnya.
·
Tujuan jangka menengah
merupakan tujuan sementara yang dapat dicapai. Seringkali, tujuan ini menjadi
langkah yang diperlukan sebelum dapat melangkah ketujuan selanjutnya.
·
Tujuan jangka panjang
merupakan tujuan akhir yang akan dicapai murid dalam belajar. Misalnya, menjadi
supir, dokter, dan sebagainya, tujuan-tujuan yang ditetapkan haruslah realistis
sesuai dengan kemampuan murid untuk mencapainya.
b. Usahakanlah
menimbulkan minat agar mau untuk mempelajari mata pelajaran yang bersangkutan.
Setiap mata pelajaran memiliki nilai praktis dan nilai social. Nilai praktis adalah
nilai yang segera kelihatan. Misalnya, pengetahuan tentang ilmu hitung
untuk berbelanja ditoko. Nilai social
merupakan nilai yang bermanfaat untuk kehidupan social. Misalnya cara memainkan
beberapa permainan.
c. Ikutsertakanlah
semua aspek kehidupan anak sebagai sumber belajar. Seluruh lingkungan dan
pengalaman hidup dapat menjadi alat dan sumber belajar. Belajar berhitung tidak
hanya terbatas pada buku teks saja, tetapi dapat juga menggunakan situasi nyata
yang dilihat anak dalam kehidupannya sehari-hari, misalnya kesebelasan sepak
bola.
d. Hubungkanlah
hal-hal yang dipelajari dengan kehidupan murid. Membaca didalam kelas hanyalah
sebagai latihan untuk membaca diluar kelas dan didalam kehidupan orang dewasa.
Penemuan ilmiah penting karena akan mempengaruhi kehidupan (social-ekonomis)
individu, masyarakat, bangsa, dan Negara.
e. Perbanyaklah
hal-hal yang menarik perhatian murid, tetapi jangan berhenti di situ.
Tunjukanlah bahwa ada saling ketergantungan antara hal-hal yang disukai dengan
hal-hal yang tidak disukainya.
f. Tunjukanlah
kepada murid-murid apa yang dapat mereka harapkan untuk dicapai. Belajar
merupakan tanggung jawab individu. Tidak ada orang yang dapat belajar untuk
orang lain, dalam arti murid hanya dapat mencapai perubahan kalau dia sendiri
yang berusaha belajar (bukan hanya karena guru).
g. Doronglah
murid untuk menggunakan informasi yang dimilikinya. Berikanlah pujian kepad
murid setiap kali dia mencapai kemajuan.
Thank's Infonya Bray .. !!!
BalasHapuswww.bisnistiket.co.id
Terimakasih banyak :)
BalasHapusLes Privat Yang Bisa Datang ke Rumah
Guru Les Privat ke Rumah
Windroye Terbaru
Download GTA Extreme Indonesia
Cara Download SoundCloud
Windroye Emulator
Guru Les Privat Yang Bisa Datang Ke rumah
Cari Guru Les Privat Ke rumah
Mau Cari Guru Les Privat Ke rumah
Mencari Guru Les Privat Terbaik Yang Bisa Ke rumah
Guru Les Privat Terbarik Yang bisa Ke rumah
LesprivatGanesha.com Solusi tepat Guru Les Privat Ke rumah