A.
GURU
DAN ADMINISTRASI SEKOLAH
1. Kedudukan dan Tugas Guru
Pada
umumnya guru diangkat berdasarkan syarat-syarat seperti : umur, ijazah,
kesehatan, kelakuan baik, tidak cacat dan sebagainya. Kedudukannya ialah
sebagai pembantu Kepala sekolah. Tugasnya dalam administrasi pendidikan ialah
sebagai pembantu, yakni ikut melaksanakan administrasi pendidikan agar tercapai
tujuan pendidikan yang sebenarnya, khususnya di sekolah dasar.
Pada
masa-masa yang lampau, pada umumnya tugas dan kewajiban guru hanyalah mengajar,
artinya mengajarkan materi pelajaran dari buku kepada murid, member tugas dan
memeriksanya. Hal ini di sekolah-sekolah kita sekarang using. Dalam banyak hal,
pekerjaan berhubungan erat sekali dengan pekerjaan seorang pengawas, kepala
sekolah dan tata usaha dan sebagainya.
Selanjutnya
cara ia melaksanakan tugasnya itu amat bergantung pada tipe pemimpin sekolah.
Apabila ia mendapatkan seseorang Kepala sekolah yang otoriter, maka ia akan
tinggal melaksanakannya hal-hal yang diperintahkan kepadanya, tanpa mempunyai
tanggung jawab lagi, karena ia menjalankan pekerjaan atas perintah maupun atas
paksaan tanpa kebebasan berbuat.
Apabila
Kepala sekolah bertipe pemimpin masa bodoh, maka ia akan menjadi penanggung
jawab penuh dalam pelaksanaan administrasi pendidikan didalam kelas yang
diserahkan kepadanya: ia dapat berbuat bebas menurut keahlian, ketrampilan
serta kepandaiannya sendiri. Ia bertindak sebgai pemimpin di dalam kelasnya.
Hasil usahanya bergantung sepenuhnya dari padanya. Cara ia melaksanakannya
bergantung pada tipe pemimpin yang ia miliki. Suasana kelasnya juga bergantung
pada tipe tersebut.
Selanjutnya
apabila ia mendapatkan Kepala sekola yang bertipe demokratis, ia adalah
pemimpin kelas seperti diatas, tetapi juga ikut bertanggung jawab terhadap
terlaksananya admisitrasi pendidikan di seluruh sekolah. Ia mempunyai tanggung
jawab yang lebih luas, karena diberi kesempatan lebih luas dalam adiministrasi
pendidikan seluruhnya. Cara ia menggunakan itu bergantung pada pribadi dan
semangat maupun dedication-nya.
Tokoh-tokoh
pendidikan zaman sekarang menekankan pada gagasan tentang demokrasi dalam hidup
sekolah, guru-guru hendaknya didorong untuk ikut serta dalam pemecahan
masalah-masalah adminstrasi yang langsung mempengaruhi peranan professional
guru.
2. Guru sebagai Pemimpin dan Pembantu
Kepala Sekolah
System
pembagian tugas di sekolah dasar lain dengan di sekolah lanjutan. Tugas guru di
sekolah lanjutan berdasarkan mata pelajaran yang sesuai dengan keahliannya,
tetapi di sekolah dasar berdasarkan kelas. Berdasarkan system ini semua guru di
sekolah dasar adalah pemimpin, dan karena itu disamping sifat umum sebagai guru
ia wajib pula memiliki syarat kepempimpinan seperti Kepala sekolah. Hanya saja
kalau disbanding dengan Kepala sekolah pengaruhnya lebih sempit.
Adapun syarat-syarat guru sebagai
partisipan tugas kepala sekolah dan sebagai pembantu ialah :
a) Guru
harus menginsyafi kedudukannya sebagai pembantu, bukan penanggung jawab dalam
keseluruhan adminstrasi. Penanggung jawab tertinggi adalah kepala sekolah.
b) Guru
harus patuh melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya: bukannya kepatuhan
lahir, melainkan kepatuhan atau keinsyafan. Tidak baik seorang guru kurang
patuh dan mengingkari tugas. Ia harus insyaf bahwa jika tidak ada menjalankan
tugas sendiri berarti menghalang-halangi jalannya admisitrasi pendidikan dalam
keseluruhannya.
c) Guru
harus bersikap terus terang bila menerima pembagian tugas tanggung jawab yang
terlalu berat baginya atau bukan bidangnya atau diluar kemampuannya. Sikap
menggerutu dan sikap pura-pura dimuka kepala sekolah merusak suasana kekeluargaan
dan mengurangi kepercayaan pimpinan kepadanya.
d) Guru
harus siap sedia member bantuan apabila bantuan itu diperlukan daripadanya.
e) Guru
harus mempunyai semangat yang besar untuk ikut mensukseskan program kerja dalam
melaksanakan adminstrasi pendidikan, bukannya acuh tak acuh atau sebagai
penonton belaka.
f) Guru
harus mampu mengajak teman-teman seperkerjaan untuk ikut melaksanakan
admistrasi pendidikan.
g) Dengan
adanya saling pengertian antara pemimpin dan yang dipimpin, maka masing-masing
melaksanakan tugas pengabdiannya sebaik-baiknya, sehingga mencapai tujuan
bersama.
3. Partisipasi Guru Dalam Administrasi
Pendidikan
Partisipasi guru dalam administrasi
sekolah sangat penting dan menjadi keharusan. Partisipasi yang dimaksud
hendaknya ditafsirkan sebagai kesempatan-kesempatan kepada para guru dan kepala
sekolah untuk memberi contoh tentang bagaiamana demokrasi dapat diterapkan
untuk memecahkan berbagai masalah pendidikan. Karena adanya beberapa faktor,
proses pendemokrasian dan pengawasan sekolah-sekolah tersebut membutuhkan
waktu, dan hanya dapat dicapai secara berangsur-angsur. Kebiasaan-kebiasaan
yang tradisional pada petugas pendidikan dan para guru, sukar sekali mengubah
dan membuangnya.
Telah
banyak usaha pembaharuan yang telah dijalankan, seperti dalam bentuk dan isi
kurikulum, cara-cara atau metode-metode mengajar yang baik dan efisien, adanya
pembinaan dan penyuluhan, kegiatan-kegiatan ekstrakulikuler dan sebagainya.
Akan tetapi, semua itu tidak hanya mendatangkan hasil yang sedikit sekali,
kadang-kadang tidak kelihatan sama sekali hasilnya. Hal ini disebabkan karena
adanya konservatisme dan sifat-sifat tradisional di dalam praktek kehidupan
pendidikan yang sangat kuat dan disebabkan karena kurang atau tida diikut
sertakannya guru-guru dalam usaha pembaharuan pendidikan.
Yang
dimaksud dengan partisipan guru dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran
atau dalam administrasi pendidikan adalah ikut sertanya guru dalam keaktifan
menyiapkan situasi lingkungan pendidikan. Guru dinamakan partisipan admistrasi
pendidikan.
Dibawah
pimpinan otokratis seperti zaman penjajahan, partisipais guru hanya ikut
memasukkan bahan pelajaran kedalam jiwa anak. Kekuasaan dalam menentukan
kebijaksanaan-kebijaksanaan sekolah berada seluruhnya dalam tangan para pejabat
dan pimpinan di kantor pusat. Segala keputusan-keputusan dan
instruksi-instruksi ditentukan dari atas. Kewajiban guru hanya mengikuti dan
mentaatinya. Bidan partisipannya sempit sekali. Disamping itu
timbulkekhawatiran adanya kemungkinan dipecat dari jabatan, apabila guru kurang
baik menjalankan tugas mengajarnya. Keinsyafan perlunya berpartisipasi tidak
ada. Tujuan pokok adalah mendapatkan nafkah cukup untuk hidup dengan
keluarganya. Terhadap penyelenggaraan administrasi pendidikan seluruh sekolah,
ia adalah penonton saja terhadap usaha sekolah. Musyawarah dan mufakat tidak
ada tempat dalam sistim pengawasan otokratis ini.
Dibawah
pimpinan demokratis dari guru dituntut partisipasi yang luas dan besar dalam
keaktifan penyelenggaraan pendidikan di sekolah seluruhnya. Jadi tidak hanya
terbatas pada pengajaran dan penyelenggaraan pendidikan disuatu kelas. Terhadap
penyelenggaraan administrasi pendidikan seluruh sekolah ia tidak lagi sebagai
penonton saja, melainkan sebagai subyek, pemain atau partisipan. Motivasi
partisipasi guru adalah keinsyafan, karena ia diajak ikut menetapkan serta
membuat program kerja kegiatan mengenai seluruh adminstrasi pendidikan.
Cara
melaksanakan dan hasil kegiatan bergantung pada besar kecil dedication of
life-nya. Kemerdekaan kita menugaskan kepada kita, sebagai warga Negara yang
demokratis, untuk lebih banyak berpartisipasi dalam menyelenggarakan
administrasi pendidikan. Administrasi pendidikan harus juga dilaksanakan secara
demokratis.
Banyak
usaha-usaha pembaruan telah dijalankan. Seperti dalam bentuk dan isi kurikulum,
metode-metode mengajar, bimbingan dan penyukuhan, kegiatan-kegiatan ekstra
kurikuler dan sebagainya, namun hasilnya masih sedikit sekali, bahkan tidak
kelihatan sama sekali. Hal ini disebabkan antara lain oleh adanya konservatisme
sekolah dan kurang diikut sertakannya guru-guru dalam usaha-usaha pembaruan
pendidikan.
Administrasi
sekolah merupakan bagian dari administrasi pendidikan. Administrasi pendidikan
meliputi kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan pendidikan di
suatu Negara atau bahkan pendidikan pada umumnya. Sedangkan administrasi
sekolah adalah kegiatan-kegiatan terbatas pada pelaksanaan pengelolaan
pendidikan di sekolah dasar, administrasi sekolah lanjutan, administrasi
perguruan tinggi dan sebagainya.
a. Administrasi
tata laksana sekolah
Hal ini meliputi :
1) Organisasi
dan struktur pegawai tata usaha
2) Otoritas
dan anggaran belanja keuangan sekolah
3) Masalah
kepegawaian dan kesejahteraan personel sekolah
4) Masalah
perlengkapan dan perbekalan
5) Keuangan
dan pembukuannya
6) Korespondensi
/ surat-menyurat
7) Laporan-laporan
(bulanan, kuartalan, dan tahunan)
8) Masalah
pengangkatan, pemindahan, penempatan, dan pemberhentian pegawai
9) Pengisian
buku pokok, klapper, rapor, dan sebagainya.
b. Administrasi
personal guru dan pegawai sekolah
Hal ini meliputi :
1) Pengangkatan
dan penempatan tenaga guru
2) Organisasi
personel guru-guru
3) Masalah
kepegawaian dan kesejahteraan guru
4) Rencana
orientasi bagi tenaga guru yang baru
5) Konduite
dan penilaian kemajuan guru-guru
6) Inservice
training dan up-grading guru-guru
4. Demokratisasi Administrasi
Pendidikan Dan Demokrasi Dalam Administrasi Sekolah
Dalam
zaman penjajahan belanda, segala sesuatu mengenai dasar dan tujuan serta
seluruh administrasi pendidikan ditentukan oleh pemerintah belanda. Guru kepala
dan guru-guru lainnya tinggal menjalankan ketentuan-ketentuan yang sudah
digariskan dari atas. Kurikulum sudah dibuat untuk seluruh Indonesia, tidak
diperkenankan menyimpang sedikitpun. Sejarah Indonesia dan pendidikan jasmani
tidak boleh diajarkan di sekolah dasar. Kegiatan-kegiatan yang berguna untuk
memupuk kecintaan terhadap nusa dan bangsa tidak ada. Dengan kata lain dalam
zaman penjajahan guru adalah kuli yang diberi tugas mengajar. Kebebasan bekerja
tidak ada. Lebih kejam lagi daripada penjajahan belanda ialah penindasan
jepang. Pengajaran dan pendidikan ditelantarkan dan diganti dengan kegiatan
untuk kepentingan jepang. Persamaan kedua zaman tersebut ialah penyelenggara
adminstrasi pendidikan harus berkarya untuk kepentingan orang lain, yaitu penjajah.
Sesudah
Indonesia merdeka, sistim pendidikan di sekolah-sekolah bersifat nasional dan
demokratis. Untuk mencapai tujuan ini, diperlukan admistrasi dan pengawasan
yang demokratis pula, serta sekolah-sekolah harus benar-benar hidup dan tumbuh
diatas dasar filsafat Negara yaitu Pancasila.
Penerapan
demokrasi dalam administrasi sekolah hendaknya diartikan bahwa administrasi
sebagai kegiatan atau rangkaian kegiatan kepemimpinan, dengan tujuan-tujuan
sekolah dan cara-cara untuk mencapainya dikembangkan dan dijalankan.
Kegiatan-kegiatan kepemimpinan ini
meliputi :
·
Kegiatan mengorganisasi personel dan
material
·
Merencanakan program / kegiatan-kegiatan
·
Membangun semangat guru-guru dan
inisiatif perseorangan / kelompok kearah tercapainya tujuan-tujuan.
·
Menilai hasil-hasil rencana-rencana,
prosedur-prosedur, serta pelaksanaanya oleh perseorangan dan kelompok.
Apabila
administrasi dipandang sebagai proses bekerja dengan orang-orang dan
mengoordinasi usaha-usaha mereka ke dalam keseluruhan yang bekerja efisien dan
produktif, maka jelas bahwa tanggung jawab tidak dapat lagi dipusatkan pada
hanya satu orang belaka. Tanggung jawab harus disalurkan secara luas di antara
semua orang yang mengambil bagian dalam program sekolah.
Dalam
memimpin dan mengatur sekolah secara demokratis dapat menimbulkan beberapa
masalah yaitu antara lain tentang perlunya kesempatan-kesempatan bagi
partisipasi bagi guru-guru secara penuh, juga pegawai-pegawai sekolah,
murid-murid dan orang-orang tua murid, dalam memikirkan cara-cara memajukan program
dan kesejahteraan sekolah. Sehingga memerlukan persetujuan semua pihak, dan hal
tersebut merupakan ciri khas bagi demokrasi di dalam administrasi sekolah.
Hendaklah
dipahami bahwa untuk menanamkan sifat dan kehidupan yang demokratis pada
murid-murid, tidak cukup hanya dengan ceramah-ceramah atau kata-kata saja.
Perkembangan tingkah laku yang demokratis pada anak didik pada asasnya
bergantung pada hubungan anak didik dengan guru dan pada sifat
pengalaman-pengalaman hidup sehari-hari yang disediakan oleh sekolah. Untuk
itu, guru harus memahami arti demokrasi dan percaya pada nilai-nilainya dan
dalam tingkah laku menjadi contoh sebagai jiwa pribadi yang benar-benar
demokratis.
Adapun
pola-pola tingkah laku yang demokratis yang seyogyanya dimiliki oleh guru ialah
:
1. menghormati
kepribadian orang-seorang
2. memperhatikan
hak dan kebebasan orang lain
3. kerjasama
dengan orang lain
4. menggunakan
kecakapan-kecakapan mereka untuk memajukan kesejahteraan umum dan kemajuan
social
5. lebih
menghargai penggunaan kecerdasan secara efektif dalam memecahakan
masalah-masalah daripada penggunaan kekerasan atau emosi
6. menyelidiki,
menemukan dan menerima kekurangan-kekurangan diri sendiri dan berusaha
memperbaikinya
7. mereka
memimpin atau mengikuti sesuai dengan kesanggupan mereka bagi keuntungan
kelompok / bersama
8. memikul
tanggung jawab terhadap tercapainya cita-cita dan tujuan-tujuan bersama dan
mendahulukan kewajiban daripada hak
9. mereka
memerintah diri sendiri untuk kebaikan semua
10. bersikap
toleran
11. menghargai
musyawarah untuk memperoleh kata sepakat
12. senantiasa
berusaha untuk mencapai cara hidup demkokratis yang paling efektif
13. berusaha
dengan contoh sendiri untuk membimbing orang-orang lain supaya hidup secara
demokratis
14. menyesuaikan
diri kepada kondisi-kondisi yang selalu berubah dan berkembang ke arah
perbaikan dan kemajuan
5. Beberapa Kesempatan Berpartisipasi
Dalam Pendidikan
Ada bermacam-macam kesempatan yang dapat
digunakan untuk mengikutsertakan guru-guru dalam kegiatan-kegiatan seperti
dalam :
1. Mengembangkan
filsafat pendidikan
Mengembangkan
filsafat pendidikan berarti bahwa dalam setiap langkah kegiatan mendidik selalu
berusaha hendak menjawab apakah yang
sedang kita lakukan, bagaimana kita
melakukannya, apa sebab kita
melakukannya, dan untuk apakah kita
melakukannya. Menjadi keharusan bagi setiap guru untuk mengetahui sedikit
filsafat pendidikan itu, karena tidak mungkin dia akan mempraktekkan apa yang
tida diketahuinya. Filsafat pendidikan seorang guru melingkupi keseluruhan dari
semua unsur yang telah membentuk kehidupannya, pengalaman-pengalamannya,
cita-citanya, sikapnya, pendapatnya, keberhasilan dan kegagalan-kegagalannya.
Filsafat pendidikan akan berkembang terus pada orang-orang yang hidup di
tengah-tengah murid, tumbuh di dalam praktek, senantiasa berubah, bertambah,
dan tidak lengkap dan selesai.
2. Memperbaiki
dan menyesuaikan kurikulum
Penyusunan
kurikulum serta perubahan dan penyesuaian dilakukan pada tingkat kanwil dengan
bantuan para ahli dalam mata-mata pelajaran khusus, sehingga guru-guru hanya
menerima dan menggunakan saja menurut apa adanya, karena guru-guru tersebut
tidak ambil bagian dalam perencanaan dan penyusunan kurikulum itu. Prosedur itu
menghadapi berbagai kesulitan dalam praktek perbaikan dan pengajaran, sebab
hal-hal yang berkaiatan dengan penyusunan kurikulum hanya ditentukan dari atas,
dan guru-guru tidak diikutsertakan dalam penyusunan kurikulum tersebut. Keadaan
tersebut mengakibatkan banyak usaha perbaikan pengajaran yang hanya tunggal di
atas kertas saja. Hal yang demikian menimbulkan pengertian tentang keharusan
mengikutsertakan guru-guru dalam usaha memperbaiki dan menyesuaikan kurikulum.
3. Merencanakan
program supervisi.
Dengan adanya
supervisi dimaksudkan kegiatan-kegiatan pengawasan yang langsung ditujukan
untuk memperbaiki situasi mengajar-belajar di dalam kelas. Tujuan yang pokok
ialah membantu guru untuk tumbuh secara pribadi dan professional, dan untuk
belajar memecahkan sendiri masalah-masalah yang mereka hadapi dalam tugasnya.
Kegiatan-kegiatn supervisi antara lain : teknik-tenik pembicaraan individual,
pertemuan secara kelompok, kunjungan kelas, ceramah, workshop, demonstrasin
mengajar, teknik-teknik dan metode-metode mengajar yang baru, penilaian
terhadap mengajar sistematis, dan pertukaran pengalaman-pengalaman dan
gagasan-gagasan baru.
4. Merencanakan
kebijakan-kebijakan kepegawaian
Sekarang, dengan
adanya PGRI ( Persatuan Guru Republik Indonesia ) dam makin berkembangnya
kesadaran dan pengertian akan perlunya demokrasi dalm pendidikan pada
pemimpin-pemimpin pendidikan dan pendidikan dan pendidik (guru) kita pada
umumnya, kebijakan-kebijakan kepegawaian makin
berubah ke arah pelaksanaan yang demokratis. Adapun kebijakan-kebijakan kepegawaian yang
memerlukan ikut sertanya guru-guru dalam perencanaannya dan tentu saja harus
melalui permusyawaratan perwakilan antara lain yaitu masalah penempatan,
orientasi, promosi ( kenaikan pangkat/ jabatan), pemberhentian ( pension,
pemecatan, dsb ), pemindahan, pemberian tugas belajar, cuti, konduite, masalah
gaji, pengobatan dan kesejahteraan guru-guru dan petugas-petugas pendidikan
pada umumnya.
5. Kesempatan-kesempatan
berpartisipasi lainya
Masih banyak
kesempatan lain yang mengharuskan ikut sertanya guru-guru dalam administrasi
sekolah. Beberapa diantaranya adalah :
a) Menyelidiki
buku-buku sumber bagi guru dan buku-buku pelajaran bagi murid-murid
b) Merencanakan
dan merumuskan tujuan-tujuan kegiatan-kegiatan ekstrakulikuler
c) Menentukan
dan menyusun tata tertib sekolah
d) Menetapkan
syarat-syarat penerimaan murid baru
e) Menetapkan
syarat-syarat kenaikan kelas
f) Menyusun
ulangan-ulangan umum
g) Menetapkan
daftar pengawasan murid di halaman sekolah
h) Merumuskan
kebijakan tentang pembagian tugas mengajar guru-guru
i) Menyusun
daftar pelajaran umum
j) Menetapkan
pengawasan dan penilaian kebersihan gedung dan halaman sekolah
k) Merencanakan
penggunaan ruangan-ruangan sekolah
l) Dll.
6. Orientasi bagi guru-guru baru
a.
Arti
dan perlunya orientasi
Masa orientasi
sangat diperlukan bagi guru-guru yang baru mulai menjalankan tugasnya dalam
mengajar. Yang dimaksud dengan masa orientasi ialah suatu kesempatan yang
diberikan kepada seorang pegawai atas guru yang mulai bekerja, untuk mengadakan
observasi dan partisipasi langsung dengan kegiatan-kegiatan yang berhubungan
dengan tugasnya sebagai guru di sekolah itu, agar dalam waktu relative singkat
ia dapat segera mengenal dan menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat ia
bekerja. Masa orientasi sangat diperlukan karena setiap pegawai atau guru yang
baru pada umumnya menghadapi problema, baik problema yang menyangkut dirinya
sendiri maupun problema yang berhubungan dengan tugas-tugas pekerjaan yang akan
dilakukannya. Ia memerlukan bantuan dan bimbingan dari pimpinan sekolah dan
guru-guru senior untuk dapat mengenal dan mengatasi problem-problem tersebut.
Chamberlain dan
Kindred mengatakan bahwa, setiap guru beau memerlukan bantuan dalam hal
mempelajari masyarakat, lingkungan, lingkungan fisik sekitar sekolah dan
fasilitas-fasilitas yang ada di lingkungan tersebut, mengenal dan mempelajari
tentang teman sejawat, murid-murid, kebijakan pelaksanaan system sekolah, dam
macam-macam tugas yang akan mereka kerjakan. Mereka memerlukan bantuan dalam
pemecahan masalah-masalah yang timbul dan bimbingan dalam mengarahkan
pertumbuhan mereka sendiri serta perkembangannya sebagai seorang profesional.
b.
Tujuan
orientasi
Tujuan orientasi
yang utama adalah membawa guru baru untuk dapat segera mengenal situasi dan
kondisi, serta kehidupan sekolah pada umumnya, agar selanjutnya dapat mendorong
member motivasi kepada mereka untuk bekerja lebih baik dan bergairah.
Elsbree dan
Reutter mengemukakan bahwa tujuan orientasi yang terutama adalah memberikan
perhatian (attention) kepada guru baru dan mendorong mereka agar memiliki
kualitas mengajar yang tinggi. Untuk mencapai tujuan pokok ini maka program
orientasi paling sedikit haruslah berisi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
a) Mengenalkan
kepada guru-guru baru itu secepat mungkin agar mereka segera dapat mengenal
system sekolah dan masyarakat di lingkungan sekolah.
b) Menyediakan
bantuan secukupnya agar mereka segera dapat mengenal dan menyesuaikan diri
dengan personel sekolah (guru-guru dan pegawai)
c) Memberikan
bimbingan yang konstruktif dalam mengembangkan kecakapan-kecakapan mengajar dan
sikap-sikap professional mereka.
d) Menyediakan
kesempatan kepada guru baru untuk turut berpartisipasi langsung dalam kegiatan
sekolah pada umumnya.
c.
Kegiatan-kegiatan
orientasi
Kegiatan-kegiatan orientasi antara
lain :
a)
Bantuan
mendapat perumahan / tempat tinggal yang sesuai
Beberapa usaha yang dapat dilakukan
sekolah dalam rangka memberi bantuan tersebut antara lain dengan jalan :
— Bekerja
sama dengan masyarakat setempat, khususnya POM atau Panitia Penyelenggaraan
Sekolah yang bersangkutan
— Dengan
menyarikan rumah sewaan
— Membantu
meminjami uang dengan pengembalian secara diangsur sesuai dengan kemampuan guru
yang bersangkutan
— Menyediakan
perumahan guru-guru
— Meminjamkan
perabot rumah yang diperlukan, dsb
b)
Mengenalkan
guru baru kepada system dan tujuan sekolah
Usaha-usaha lain yang dapat
dilakukan ialah dengan jalan :
— Memberi
kesempatan kepada guru baru mempelajari buku-buku, kurikulum, dan silabus yang
berlaku di sekolah itu.
— Kepala
sekolah, guru-guru, serta pegawai sekolah membantunya dengan memberikan
informasi-informasi yang diperlukan tentang administrasi sekolah, jalannya
sekolah atau system yang berlaku di sekolah itu.
— Mengadakan
tanya-jawab dan diskusi-diskusi dengan guru baru, baik secara formal maupun
informal.
c)
Mengenalkan
guru baru kepada kondisi dan situasi masyarakat lingkungan sekolah
Caranya ialah dengan jalan
memberikan informasi-informasi bilamana ia memerlukannya. Beberapa hal yang
perlu diperkenalkan untuk diketahui oleh guru-guru baru antara lain :
— Letak
dan macam-macam kantor atau instansi lain yang ada di sekitar sekolah itu :
seperti kantor pemerintahan setempat, kantor pos, masjid, gereja, pasar,
terminal bus, stasiun kereta api, kantor polisi, rumah sakit, kantor pemadam
kebakaran, dll. Jika mungkin dengan nomor telepon dan nama masing-masing.
— Kehidupan,
adat-istiadat serta sifat-sifat masyarakat setempat, seperti : bagaiamana
kepadatan dan komposisi penduduknya, mata pencahariannya, kebiasaan-kebiasaan
yang berlaku, sikap dan perhatiannya terhadap sekolah serta pendidikan pada
umumnya, dsb.
d)
Membantu
guru baru dalam perkenalan dan penyesuaian terhadap personel sekolah
Hal ini dapat dilakukan antara lain
dengan jalan :
— Memperkenalkan
kepada semua guru dan pegawai sekolah dalam suatu pertemuan
— Mengadakan
pertemuan ramah-tamah di sekolah atau di rumah salah seorang guru, yang
dihadiri oleh semua guru dan staf sekolah.
e)
Membantu
guru baru dalam usaha memperbaiki dan mengembangkan kecakapan-kecakapan
mengajarnya
Usaha yang dilakukan oleh kepala
sekolah atau supervisor dalam rangka memperbaiki dan mengembangkan kecakapan-kecakapan
mengajar pada guru-guru baru antara lain :
— Mengadakan
evaluasi dengan jalan mengobservasi kegiatan-kegiatan mengajar pada guru baru,
dan membuat catatan-catatan harian.
— Memberikan
kesempatan kepada guru baru untuk mengadakan observasi visit atau kunjungan
observasi, yakni mengamati demonstrasi mengajar yang dilakukan oleh guru yang
telah berpengalaman, yang kemudian dilanjutkan dengan diskusi di antara mereka
— Memberi
bimbingan dalam membuat dan merencanakan pekerjaan mereka, seperti bimbingan dalam
membuat persiapan mengajar, memilih bahan pelajaran, memilih metode mengajar
yang sesuai, dsb.
f)
Membangkitkan
sikap-sikap dan minat professional
Mengajar dan
mendidik adalah profesi yang memerlukan suatu keahlian khusus serta bakat
ataupun minat yang besar. Pekerjaan sebagai pendidik juga tugas yang bersifat
sosial dan amal. Minat dan kesukaan terhadap suatu pekerjaan akan timbul dari
pengalaman dan kebiasaan, terutama pengalaman yang menyenangkan. Karena
berkali-kali mengalamami dan melakukan pekerjaan itu, lama kelamaan timbullah
minat dan rasa cinta kepada pekerjaan tersebut. Selain itu karena menyukai
pekerjaan itu, maka ia akan berusaha untuk menjalankannya dengan
sebaik-baiknya. Ia akan selalu berusaha untuk memperbaiki dan mengembangkan
profesinya sebagai guru. Pengembangan minat dan sikap professional itu
hendaknya merupakan bagian integral dari program kepengawasan (supervise) yang
dilakukan oleh kepala sekolah dan pengawas pendidikan lainnya.
g)
Menyediakan
kesempatan untuk bertukar ide-ide
Dalam rangka
orientasi, agar guru baru itu merasa dihargai dan tidak selalu merasa kecil
hati atau merasa rendah diri, maka diadakan /diberikan kesempatan untuk
mengadakan pertukaran pendapat dan pertukaran ide-ide baik secara formal maupun
informal antara guru baru dengan guru-guru lain. Hal ini dapat dilakukan dengan
jalan pertemuan-pertemuan yang sengaja untuk keperluan itu.
7. Kode Etik Guru
1) Guru
berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangunan
yang ber-Pancasila
2) Guru
memiliki kejujuran professional dalam menerapkan kurikulum sesuai dengan
kebutuhan anak didik masing-masing
3) Guru
mengadakan komunikasi, terutama dalam memperoleh informasi tentang anak didik,
tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk penyalahgunaan
4) Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan
memelihara hubungan dengan orang tua murid dengan sebaik-baiknya bagi
kepentingan anak didiknya
5) Guru
memelihara hubungan baik dengan masyarakat sekitar sekolahnya maupun masyarakat
yang lebih luas untuk kepentingan pendidikan
6) Guru
secara sendiri-sendiri atau bersama-sama mengembangkan dan meningkatakan mutu
profesinya
7) Guru
menciptakan dam memelihara hubungan antara sesame guru baik berdasarkan
lingkungan kerja maupun di dalam hubungan keseluruhan
8) Guru
secara bersama-sama memelihara, membina, dan meningkatkan organisasi guru
professional sebagai sarana pengabdiannya
9) Guru
melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijakan pemerintah dalam
pendidikan.
B.
KEPENGAWASAN
DALAM PENDIDIKAN
1.
Supervisi
(kepengawasan)
a.
Pengertian
supervisi
Dalam Bab I pasal 6
telah dikatakan bahwa supervisi adalah aktivitas menentukan
kondisi-kondisi/syarat-syarat yang esensial, yang akan menjamin tercapainya
tujuan-tujuan pendidikan.
Jadi supervisi mempunyai pengertian yang luas. Supervise adalah
segala bantuan dari para pemimpin sekolah, yang tertuju kepada perkembangan
kepemimpinan guru-guru dan personel sekolah lainnya di dalam mencapai
tujuan-tujuan pendidikan. Ia berupa dorongan, bimbingan, dan kesempatan bagi
pertumbuhan keahlian dan kecakapan guru-guru, seperti bimbingan dalam usaha dan
pelaksanaan pembaharuan-pembaharuan dalam pendidikan dan pengajaran, pemilihan
alat-alat pelajaran dan metode-metode mengajar yang lebih baik, cara-cara
penilaian yang sistematis terhadap fase seluruh proses pengajaran, dan sebagainya.
Supervisi ialah suatu
aktifitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu para guru dan pegawai
sekolah lainnya dalam melakukan pekerjaan mereka secara efektif.
Fungsi pengawasan atau
supervisi dalam pendidikan bukan hanya sekedar control melihat apakah segala
kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan rencana atau progam yang telah
digariskan, tetapi lebih dari itu. Supervisi dalam pendidikan mengandung
pengertian yang luas. Kegiatan supervisi mencakup penentuan kondisi-kondisi
atau syarat-syarat personel maupun material yang diperlukan untuk teciptanya
situasi belajar-mengajar yang efektif, dan usaha memenuhi syarat-syarat itu.
Seperti dikatakan oleh Naeley dan evans dalam
bukunya,”Hand book for Effective
Supervision of Instruction”, seperti berikut:”….the term ‘supervision’ is used
to describe those activities which are primarily and directly concerned with
studying and improving the conditions which surround the learning and growth of
pupils and teachers.”
Dalam dunia pendidikan di Indonesia, perkataan supervisi belum
begitu popular. Sejak zaman penjajahan belanda hingga sekarang orang lebih
mengenal kata “inspeksi” daripada supervisi. Pengertian “inspeksi” dari pada
supervise. Pengertian “inspeksi” sebagai warisan pendidikan belanda dulu,
cenderung kepada pengawasan yang
bersifat otoktaris, yang berarti “
mencari kesalahan – kesalahan guru dan kemudian menghukumnya”. Sedangkan
supervisi mengandung pengertian yang lebih demokratis. Dalam pelaksanaanya,
supervise bukan hanya mengawasi apakah guru/pegawai menjalankan tugasnya dengan
sebaik- baiknya sesuai dengan instruksi dan ketentuan –ketentuan yang telah
digariskan, tetapi juga berusaha bersama guru – guru , bagaimana cara – cara
memperbaiki proses belajar – mengajar. Jadi, dalam kegiatan supervise, guru –
guru tidak dianggap sebagai pelaksana pasif, melainkan diperlukan sebagai
partner bekerja yang memiliki ide – ide
, pendapat dan pengalaman yang perlu di dengar dan dihargai sera diikutsertakan
di dalam usaha – usaha perbaikan pendidikan. Sesuai dengan apa yang dikatakan
oleh Burton dalam bukunya, “ Supervision a social process “, sebagai berikut :
“ Supervision is an expert technical service primarily aimed at studying and
improving co-operatively al factors which affect child growth and development”.
Sesuai dengan rumusan
Burton tersebut, maka:
1. Supervisi
yang baik mengarahkan perhatianya kepada dasar –dasar pendidikan dan cara –cara
belajar serta perkembanganya dalam pencapaian tujuan umum pendidikan.
2. Tujuan
supervise adalah perbaikan dan perkembangan proses belajar mengajar secara total; ini berarti
bahwa tujuan supervisi tidak hanya untuk memperbaiki mutu
pengetahuan dan keterampilan guru – guru, pemberian pembinaan dalam hal
implementasi kurikulum, pemilihan dan penggunaan metode mengajar, alat- alat
pelajaran, prosedur dan teknik evaluasi pengajaran, dan sebagainya.
3. Fokusnya
pada setting for learning, bukan pada seseorang atau kelompok orang. Semua
orang, seperti guru – guru, kepala sekolah,dan pegawai sekolah lainya, adalah
teman sekerja (coworkers) yang sama – samaa bertujuan mengembangkan situasi
yang memungkinkan terciptanya kegiatan belajar – mengajar yang baik.
Sesuai dengan rumusan di atas, maka kegiatan atau usaha – usaha
yang dapat dilakukan dalam rangka pelaksanaan supervise dapat disimpulkan
sebagai berikut:
·
Membangkitkan dan merangsang semangat
guru – guru dan pegawai sekolah lainya dalam menjalankan tugas nya masing –
masing dengan sebaik – baiknya.
·
Berusaha mengadakan dan melengkapi alat
–alat perlengkapan termasuk macam – macam media instruksional yang diperlukan
bagi kelancaran jalanya proses belajar – mengajar yang baik.
·
Bersama guru – guru, berusaha
mengembangkan, mencari dan menggunakan metode – metode baru dalam proses
belajar – mengajar yang lebih baik.
·
Membina kerjasama yang baik dan harmonis
antara guru, murid, dan pegawai sekolah lainnya.
·
Berusaha mempertinggi mutu dan
pengetahuan guru – guru dan pegawai
sekolah, antara lain dengan mengadakan workshop,seminar,inservice-training,
atau up-grading.
Perlu ditambahkan disini bahwa menurut struktur organisasi Dep.
P&K yang berkau sekarang ini, yang termasuk kategori supervisior dalam
pendidikan adalah kepala sekolah, pemilik sekolah, serta staf kantor bidang
yang ada di tiap provinsi.
Menurut keputusan Menteri P dan K RI No.0134/0/1977, tugas
pengawas dalam pendidikan dirinci sebagai berikut:
·
Mengendalikan pelaksanaan kurikulum
meliputi isi, metode penyajian, penggunaan alat perlengkapandan panilaianya
agar berlagsung sesuai dengan ketentuan dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
·
Pengendalian tenaga teknis sekolah agar
terpenuhi persyaratan formal yang berlaku dan melaksanakan tugasnya sesuai
dengan ketentuan da peraturan perundang – undangan yang berlaku.
·
Mengendalikan pengadaan , penggunaan dan
pemeliharaan sarana sekolah sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang
–undangan yang belaku serta menjaga agar kualitas dan kuantitas sarana sekolah
memenuhi ketentuan dan persyaratan yang berlaku.
·
Mengendalikan tata usaha sekolah
meliputi urusan kepegawaian , urusan keuangan dan urusan perkantoran agar
berjalan sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang – undangan yang
berlaku.
·
Mengendalikan hubungan kerja sama denga
masyarakat, antara lain dengan pemerintahan daerah, dunia usaha, dan lain-lain.
·
Menilai proses dan hasil pelaksaan
kurikulum berdasarkan ketetapan waktu.
·
Menilai pelaksanaan kerja tenaga teknis
sekolah.
·
Menilai pemanfaatan sarana sekolah
·
Menilai efisiensi dan keefektifan tata
usaha sekolah.
·
Menilai hubungan keja sama dengan
masyarakat, antara lain pemerintah daerah, dunia usaha, dan lain-lain.
·
Melaksanakan program supervise sekolah
serta memberikan pertujukan perbaikan terhadap penyimpangan dalam pengelolaan
sekolah yang meliputi segi:
1. Proses
dan hasil pelaksanaan kurikulum yang dicapai pada periode tertentu;
2. Kegiatan
sekolah di bidang pengelolaan gedung dan bangunan , halaman, perabot dan alat –
alat kantor dan sarana pendidikan lainnya;
3. Pengembangan
personel sekolah termasuk kepala sekolah, guru, tenaga tata usaha yang mencakup
segi disiplin, sikap dan tingkah laku, pembinaan karier,peningkatan pengetahuan
dan keterampilan sesuai dengan ketentuan profesi masing – masing.
4. Tata
usaha sekolah termasuk urusan keuangan, urusan sarana, dan urusan kepegawaian.
5. Hubungan
sekolah dengan badan pembantu penyelenggara pendidikan dan masyarakat umumnya
b.
Tipe
– tipe pengawasan
Sehubungan dengan arti supervise seperti diuraikan di atas,
dijelskan bahwa fungsi pokok pemimpin sekolah sebagai supervisior terutama
ialah membantu guru – guru dalam mengembangkan potensi – potensi mereka sebaik
– baiknya. Untuk mengembangkan potensi/daya kesanggupan dan kecakapan itu,
kepala sekolah selaku supervisior perlu memperhatikan factor – factor
penghambat yang telah diuraikan diatas.
Akan tetapi, dalam hubungan ini perlu pula diperhatikan bahwa
pengertian tentang fungsi supervisior tidak dapat dilepaskan dari tipe – tipe
kepemimpinan/kepengawasan mana yang dianutnya.
Burton dan Brueckner
mengemukakan adanya lima tipe supervisi, yaitu inspeksi, laissez-faire,
coercive, training and guidance, dan democratic leadership. Secara singkat
kelima tipe tersebut dapat dijelsankan sebagai berikut:
1. Supervise
sebagai inspeksi
Dalam
administrasi dan kepemimpinan yang otoktratis, supervise berarti inspeksi.
Dalam bentuk inspeksi ini , supervise
semata – mata merupakan kegiatan menginspeksi pekerjaan guru atau
bawahan. Orang – orang yang bertugas/mempunyai tanggung jawab tentang pekerjaan
itu disebut inspektur. Istilah ini masih berlaku resmi dan umum di Negara kita
meskipun sebenarnya tugas dan pelaksanaan sudah banyak mengalami perubahan.
Inspeksi
bukanlah suatu pengawasan yang berusaha menolong guru untuk mengembangkan dan
memperbaiki cara san daya kerja sebagai pendidik dan pengajar.Inspeksi
dijalankan terutama dimaksud untuk meneliti/mengawasi apakah guru atau bawahan
menjalankan apa – apa yang sudah diinstrukan dan ditentukan oleh atasan atau
tidak,sampai diman guru atau bawahan menjalankan tugas – tugas yang telah
diberikan/ditentukan atasanya. Jadi, inspeksi berarti kegiatan – kegiatan
mencari kesalahan.
Untuk
menentukan konduite – baik buruknya - guru atau bawahn dapat dilihat semata –
mata dari: sampai di mana ketaatan dan kebaikanya mejalankan tugas – tugas
atasan tersebut. Guru dan bawahan tidak pernah diminta pendapat , diajak
merundingkan segala sesuatu yang berhubungan dengan tugasnya. Musyawarah dan
mufakat tidak berlaku dalam hal ini. Inilah ciri – ciri kepengawasan yang khas
yang berlaku pada zaman colonial dahulu, yang hingga kini masih juga terdapat
sisa – sisanya dalam dunia pendidikan kita,Inspeks merupakan tipe kepengawasan
yang otoktratis.
2. Laissez faire
Kepengawasan
yang berarti laissez faire sesungguhnya merupakan kepengawasan yang sama sekali
tidak konstruktif.Kepengawasan Liassez faire membiarkan guru/bawahan bekerja
sekehendaknya tanpa diberi petunjuk dan bimbingan.Guru boleh menjalankan
tugasnya menurut apa yang mereka sukai, boleh mengajar apa yang mereka ingini
dan dengan cara yangmereka kehendaki masing – masing.
Sama
halnya dengan Laissez faire pada system ekonomi, tipe Laissez faire pada
supervisi adalah berdasarkan pandangan demokrasi yang salah.Kita mengetahui
bahwa hal yang demikian bukanlah
demokrasi, melainkan justru suatu kepengawasan yang lemah dan tanpa tanggung
jawab, seorang kepala sekolah yang termasuk tipe ini sama sekali tidak
memberikan bantuan , pengawasan , dan koreksi terhadap pekerjaan guru/ anggota
yang dipimpinnya. Pembagian tugas dan kerja sama diserahkan sepenuhnya kepada
mereka masing – masing, tanpa petunjuk atau saran – saran, tanpa adanya
koordinasi.
Tidak
mengherankan jika dalam kepengawasan
Laissez faire ini mudah sekali timbul kesimpangsiuran dalam kekuasaan dan
tanggung jawab di antar guru – guru dan pegawai, mudah timbul perselisihan dan
kesalahpahaman diantara mereka.Segala kegiatan dilakukan tanpa rencana dan
bimbingan pemimpin.Para anggota tidak memiliki pengertian yang tegas tentang
batas – batas kekuasaan dan tanggung jawab mereka masing – masing. Dengan demikian
,sukar diharapkan adanya kerja sama yang harmonis yang sama – sama diarahkan ke
satu tujuan.
3. Coercive
supervision
Hampir
sama dengan kepengawasan yang bersifat
inspeksi, tipe kepengawasan ini bersifat otoriter. Di dalam tindakan
kepengawasannya si pengawas besifat
memaksakan segala sesuatu yang dianggapnya benar dan baik menurut pendapatnya
sendiri.dalam hal ini pendapat dan inisiatif guru tidak dihiraukan atau tidak
dipertimbangkan. Yang penting guru harus tunduk dan menuruti petunjuk –
petunjuk yang dianggap baik oleh
supervisior itu sendiri. Mungkin dalam hal –hal tertentu kepengawasan tipe
coercive ini berguna dan sesuai; misalnya bagi guru yang mulai belajar dan
mengajar. Akan tetapi, untuk perkembangan pendidikan pada umumnya tipe coercive
ini banyak kelemahanya. Tidak semua
kepala sekolah ata supervise cara – cara mengajar yang baik untuk seluruh mata
pelajaran.
4. Supervisi
sebagai latihan bimbingan
Dibandingkan
dengan tipe – tipe supervise yang telah dibicarakan terdahulu, tipe ini lebih
baik. Tipe supervise ini berlandaskan suatu pandangan bahwa pendidikan itu
merupakan prooses pertumbuhan bimbingan. Juga berdasarkan pandangan bahwa orang
– orang yang diangkat sebagai guru pada
umumnya telah mendapat pendidikan pre –service di sekolah guru. Oleh karena itu
, supervise yang dilakukan selanjutnya ialah untuk melatih ( to train ) dan
member bimbingan (to guide ) kepada guru
– guru tersebut dalam tugas
pekerrjaannya sebagai guru.
Tipe
ini baik, terutama bagi guru – guru yang mulai mengajar setelah keluar dari
sekolah guru. Klelemahanya ialah : mungkin pengawasan , petunjuk – petunjuk ,
ataupun nasihat yang diberikan dalam rangka training dan bimbingan itu bersifat
kolot, sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan pendidikan dan tuntutan
zaman sehingga dapat terjadi kontradiksi antara pengetahuan yang gelah
diperoleh guru dari sekolah guru dengan mendapat upervisior itu sendiri.
Kontradiksi ini dapat pula terjadi karena sebaliknya, pendapat suprvisi itu lebih maju sedangkan pengetahuan yang
diperoleh guru dari sekolah guru masih bersifat konservatif.
5. Kepengawasan
yang Demokrasi
Dalam
kepimimpinan yang demokratis, kepengawasan atau supervise bersifat demokratis
pula. Supervisi merupakan kepemimpinan pendidikan secara kooperatif. Dalam
tingkat ini supervise bukan lagi suatu oekerjaan yang dipegang oleh seorang
petugas bersama yang dikoordinasikan. Tanggung jawab tidak dipegang sndiri oleh
sipervisior, melainkan dibagi – bagikan kepada para anggota sesuai dengan
tingkat, keahlian , dan kecakapannya masing – masing.
Masalah
yang penting yang perlu mendapat perhatian bagi para pengawas dan kepala
sekolah selaku supervisior ialah menemukan cara – cara bekerja secara
kooperatif yang efektif.Kemajuan dalam situasi belajar murud – murid tidak
dapat dicapai dengan memusatkan perhatan kepada teknik mnegajar semata –
semata. Mengajar ialah hasil dari keseluruhan pengalaman yang diperoleh oleh
guru. Untuk memajukan pengajaran , supervisior harus mau memajukan kepemimpinan
yang mengembangkan program sekolah, dan memperkaya lingkungan bagi semua guru,
mengusahakan kondisi – kondisi yang
memungkinkan pertumbuhan individual maupun kelompok dalam pandangan dan
kecakapan – kecakapan mereka . di samping tu , diusahakan pla adanya iklim dan
suuasana sehingga orang – orang merasa diakui dan dihargai sebagai anggota yang
sama penting.
Bagi
usaha – usaha da tujuan – tujuan itu,
maka kerja sama yang sesuai dan esensial ialah yang dapat
memajukan/mengembangkan:
·
Pengertian yang mendalam pada individu
da kelompok tentang tujuan – tujuan pendidikan, serta pengabdiannya terhadap
tujuan – tujuan itu.
·
Kesediaan dan kerelaan untuk menerima
tanggung jawab pribadi dan kelompok bagi tercapainya tujuan –tujuan bersama.
·
Kecakapan untuk member sumbangan –
sumbangan secara efektif dan kreatif bagi terpecahnya masalah – masalah yang
ertalian dengan pencapain tujuan – tujuan.
·
Koordinasi untuk kepentingan usaha
bersama secara keseluruhan.
Bentuk
– bentuk kegiatan kerja sama yang sesuai dengan maksud – maksud tersebut
sangatlah banyak, akan tetapi , yang pokok dan sangat penting bagi fungsi
kepengawasan ialah:
·
Kerja sama dalam merencanakan pekerjaan
– pekerjaan , terutama dalam merumuskan
tujuan – tujuan dan menetukan prosedur – prosedur pelaksanaanya.
·
Kerja sama dalam membagi sumber – sumber
tenaga dan tanggung jawab dalam berbagai
aspek pekerjaan.
·
Kerja sama dalam pelaksanaan tugas – tugas penting bagi
tercapainya tujuan – tujuan.
·
Kerja sama dalam meniai pelaksanaan
prosedur serta penilaian terhadap hasil – hasil pekerjaan.
c.
Kepengawasan
dan Semangat
Untuk menyelenggarakan dan pelaksanaan kerja sama seperti
dimaksudkan di atas, diperlukan dasar – dasar yang meliputi Keinsafan,
Kesadaran, Dan semangat. Dengan kata lain , untuk memajukan suatu karya bersama
secara keseluruhan diperlukan adanyan kesediaan untuk memikultanggung jawab
tanpa pemikiran atau mengutamakan kepentingan pribadi, melainkan justru untuk
tercapainya tujuan –tujuan bersama.
Jika telah diakui
keberadaan kebenaran bahwa orang –orang dapat member I sumbangan yang lebih
bila mereka diikutsertakan dalam membangun tujuan – tujuan, merencanakan
prosedur prosedur dan menilai hasil – hasil maka pimpinan atau supervisior
haruslah membantu anggota – anggotanya menciptakan situasi – situasi dimana
mereka dappat ikut serta dalam kegiatan kerja sama itu.Jangan mengasingkan
oaring – seseorang.
Dan bila telah diterima bahwa
kerja sama yang efktif tidak
dapat diperoleh dengan cara paksaan, melainkan dengan cara yang lebih brsifat
membina, mendorong,dan memberi semangat maka pimpinan harus mengarahkan usaha –
usahanya kepeda terciptanya semangat kelompok yang akan mendorong mereka untuk
berkerja secara pruduktif.
Semangat ialah sesuatu yang membuat orang – orang mengabdi
kepada tugas pekerjaanya, dimana keputusan bekerja dan hubungan – hubungan
kekeluargaan yang menyenangkan menjadi bagian dari padanya.Semangat ialah
reaksi emosional dan metal dari seseorang terhadap pekerjaanya.Semangat
mempengaruhi kuantitas dan kualitas pekerjaan seseorang.
Dilihat dari sudut administrasi pendididkan, semangat
ialah suatu disposit pada orang –orang
di dalam suatu usaha bersama unutuk bertindak bertingkah laku, dan berbuat
dengan cara yang produktif, bagi maksud – maksud dan tujuan – tujuan organisasi
atau usaha pendidikan.
Jika disposisi itu kuat, maka semangat itu tinggi ia tampak
sebagai kesediaan untuk menpatkan pertimbangan – pertimbangan tentang diri
sendiri di bawah kepentingan bersama, untuk bekerja selaku seseorang anggota
dalam suatu kesatuan, untuk terciptanya tujuan –tujuan umum, dan sebagai kecenderungan
untuk mendapat kepuasan dari kemajuan –kemajuan yang diperoleh organisasi.
Rasa kekeluargaan loyalitas, antusiasisme, sifat dapat
dipercaya ,dan kesanggupan bekerja sama, menjadi cirri – cirri semangat yang
tinggi.
Bila disposisi lemah maka semangat dikatakan rendah semangat
rendah tampak sebagai tingkah laku dan perbuatan – perbuatan yang merusak atau
tidak membantu terhadap tujuan – tujuan umum. Ia tampak sebagai ketidak mampuan
untuk mendapat kemajuan – kemajuan, dan sebagi kecenderungan untuk kepentingan
– kepentingan pribadi. Percekokan yang terus menerus, perpecahan , kurang
kesanggupan untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan – perubahan dan
frekuensi absen yang tinggi, semua itu adalah ciri – ciri semangat yang rendah.
Adapun beberapa factor yang dapat mempengaruhi semangat dan
perlu mendapat perhatian dari para pemimpin ialah:
·
Adanya tingkat kehidupan yang layak
·
Adanya perasaan terlindung, ketentraman
dalam bekerja
·
Adanya kondisi bekerja yang menyenangkan
·
Suasana dan rasa kekeluargaan
·
Perlakuan yang adil dari atasanya
·
Pengakuan dan penghargaan terhadap
sumbangan – sumbangan dan jasa – jasa yang diperbuatnya.
·
Terdapat perasaaan berhasil dan kesadaran untuk ingin berkembang
·
Kesempatan berpartisipasi dan
diikutsertakan dalam menentukan kebijkan (policy)
·
Kesempatan untuk tetap memliki rasa
harga diri
d.
Ciri
– cirri seorang supervisior yang baik
Jelas kiranya bahwa imlpementasi suatu konsep supervise
memerlukan adanya kepemimpinan kependidikan administrasor atau supervisior (yang baik ).untuk itu supervisior haruslah
dibekali/dilengkapi secara personal
maupun professional sifat –sifat dan pengetahuan yang sesuai dengan
provesi jabatan.
Seorang supervisior hendaknya memiliki cirri – cirri pribadi
sebagai guru yang baik, memliki pembaaan kecerdasan yang tinggi, pandangan yang
luas mengenai proses pendidikan dalam masyarakat, kepribadian yang menyenangkan
dan kecakapan melaksanakan human relation yang baik.ia harus orang yang cinta
pda anak –anak dan menaruh minat terhadap mereka dan masalah – masalah belajar
mereka.kecakapanya dalam menggunakan proses kelompok sangat vital dan ia harus
cakap memimpin kelompok menurut prinsip – prinsip demokratis, memiliki
kecakapan dan keteguhan hati untuk mengambil tindakan cepat terhadap kesalahan
yang telah diperbuatnya untuk segera diperbaiki.
Supervisior yang baik selalu merasa di bombing oleh penemuan –
penemuan yang telah didapat dari hasil penelitian pendidikan dan mempunyai
kesempatan untuk menyatakan pendapat – pendapat itu didalam diskusi – diskusi
kelompok dan pertemuan perseorangan.ia hendaknya merupakan pemimpin sumber
dalam segala bidang yang mengenai supervise sekolah dan perbaikan pengajaran.
Mungkin ia adalah seorang spesialis dalam bidang tertentu, tetapi disamping itu
ia pun harus dapat merupakan seorang generalis di dalam approach-nya terhadap
keseluruhan program sekolah.
Dengan singkat, disamping harus memiliki ilmu administrasi dan
memahami fungsi – fungsi admintrasi dengan sebaik-baiknya untuk dapat
menjalankan fungsinya dengan baik seorang supervisior harus memiliki ciri – ciri
dan sifat – sifat sepeti berikut :
·
Baik pengetahuan luas tentang seluk
beluk semua pekerjaan yang berada di bawah
pengawasanya.
·
Menguasai/memahami benar – benar rencana
dan program yang telah digariskan yang akan dicapai oleh setiap lembaga atau
bagian.
·
Beribawa , dan memiliki kecakapan
praktis tentang teknik – teknik kepengawasan, terutama human relation.
·
Memiliki sifat –sifat jujur, tegas,
konsekwen, ramah dan rendah hati
·
Berkemauan keras , rajin bekerja demi
terciptanya tujuan atau program yang telah digariskan/disusun.
e.
Fungsi-fungsi
supervisi
Fungsi-fungsi supervisi yang sangat penting diketahui oleh para
pimpinan pendidikan termasuk kepala sekolah adalah sebagai berikut:
1.
Dalam
bidang kepemimpinan
· Menyusun
rencana dan policy bersama.
· Mengikutsertakan
anggota-anggota kelompok (guru-guru, pegawai) dalam berbagai kegiatan.
· Memberikan
bantuan kepada anggota kelompok dalam menghadapi dan memecahkan persoalan.
· Membangkitkan
dan memupuk semangat kelompok atau memupuk moral yang tinggi kepada anggota
kelompok.
· Mengikutsertakan
semua anggota dalam menetapkan putusan-putusan.
· Membagi-bagi
dan mendelegasikan wewenang dan tanggung jawab kepada anggota kelompok sesuai
dengan fungsi-fungsi dan kecakapan masing-masing.
· Mempertinggi
daya kreatif pada anggota kelompok.
· Menghilangkan
rasa malu dan rasa rendah diri pada anggota kelompok sehingga mereka berani
mengemukakan pendapat demi kepentingan bersama.
2.
Dalam
hubungan kemanusiaan
· Memanfaatkan
kekeliruan ataupun kesalahan-kesalahan yang dialaminya untuk dijadikan
pelajaran demi perbaikan selanjutnya, bagi sendiri maupun bagi anggota
kelompoknya.
· Membantu
mengatasi kekurangan ataupun kesulitan yang dihadapi anggota kelompok.
· Mengarahkan
anggota kelompok kepada sikap-sikap yang demokratis.
· Memupuk
rasa saling menghormati di antara sesama anggota kelompok dan sesama manusia.
· Menghilangkan
rasa saling curiga sesama anggota kelompok.
3.
Dalam
pembinaan proses kelompok
· Mengenal
masing-masing pribadi anggota kelompok, baik kelemahan maupun kemampuan
masing-masing.
· Menimbulkan
dan memelihara sikap percaya-mempercayai antara sesama anggota maupun antara
angota dengan pimpinan.
· Memupuk
sikap dan kesediaan tolong-menolong.
· Memperbesar
rasa tanggung jawab para anggota kelompok.
· Bertindak
bijaksana dalam menyelesaikan masalah di antara anggota kelompok.
· Menguasai
teknik-teknik rapat dan pertemuan-pertemuan lainnya.
4.
Dalam
bidang administrasi personel
· Memilih
personel yang memiliki syarat-syarat dan kecakapan yang diperlukan untuk suatu
pekerjaan.
· Menempatkan
personel pada tempat dan tugas yang sesuai dengan kecakapan dan kemampuan
masing-masing.
· Mengusahakan
susunan kerja yang menyenangkan dan meningkatkan daya kerja serta hasil
maksimal.
5.
Dalam
bidang evaluasi
· Menguasai
dan memahami tujuan-tujuan pendidikan secara khusus dan terperinci.
· Menguasai
dan memiliki norma-norma atau aukuran yang akan digunakan sebagai kriteria
penilaian.
· Menguasai
teknik-teknik pengumpulan data untuk memperoleh data yang lengkap, benar, dan
dapat diolah menurut norma-norma yang ada.
· Menafsirkan
dan menyimpulkan hasil-hasil penilaian sehingga mendapat gambaran tentang
kemungkinan-kemungkinan untuk mengadakan perbaikan-perbaikan.
Jika fungsi-fungsi supervisi di atas benar-benar dikuasai dan
dijalankan dengan sebaik-baiknya oleh setiap pemimpin pendidikan termasuk
kepala sekolah terhadap para anggotanya, maka kelancaran jalannya sekolah atau
lembaga dalam pencapaian tujuan pendidikan akan lebih terjamin.
f.
Tugas-tugas
supervisor
Macam-macam tugas
supervisi pendidikan yang riel dan terperinci:
1. Menghadiri
rapat/pertemuan organisasi-organisasi
professional.
2. Mendiskusikan
tujuan-tujuan dan filsafat pendidikan dengan guru-guru.
3. Mengadakan
rapat-rapat kelompok untuk mendiskusikan masalah-masalah umum.
4. Melakukan
classroom visitation atau class visit.
5. Mengadakan
pertemuan-pertemuan individual dengan guru-guru tentang masalah-masalah yang
mereka usulkan.
6. Mendiskusikan
metode-metode mengajar dengan guru-guru.
7. Memilih
dan menilai buku-buku yang diperlukan siswa.
8. Membimbing
guru-guru dalam menyusun dan mengembangkan sumber-sumber dan unit-unit
pengajaran.
9. Memberikan
saran-saran atau instruksi tentang bagaimana melaksanakan suatu unit
pengajaran.
10. Mengorganisasi
dan bekerja dengan kelompok guru-guru dalam program revisi kurikulum.
11. Menginterpretasidata
tes kepada guru-guru dan membantu mereka bagaimana penggunaannya bagi perbaikan
pengajaran.
12. Menilai
dan menyeleksi buku-buku untuk perpustakaan guru-guru.
13. Bertindak
sebagai konsultan di dalam rapat atau pertamuan kelompok local.
14. Bekerja
sama dengan konsultan-konsultan kurikulum dalam menganalisis dan mengembangkan
program kurikulum.
15. Berwawancara
dengan orang tua murid tentang hal-hal yang mengenai pendidikan.
16. Menulis
dan mengembangkan materi-materi kurikulum.
17. Menyelenggarakan
manual atau bulletin tentang pendidikan dan pengajaran dalam ruang lingkup
bidang tugasnya.
18. Mengembangkan
sistem pelaporan murid seperti kartu-kartu catatan kumulatif.
19. Berwawancara
dengan guru-guru dan pegawai untuk mengetahui bagaimana pandangan atau harapan-harapan
mereka.
20. Membimbing
pelaksanaan program-program testing.
21. Menyiapkan
sumber-sumber atau unit-unit pengajaran bagi keperluan guru-guru.
22. Mengajar
guru-guru bagaimana menggunkan audio-visual aids.
23. Menyiapkan
laporan-laporan tertulis tentang kunjungan kelas bagi para kepala sekolah.
24. Menulis
artikel-artikel tentang pendidikan atau kegiatan-kegiatan sekolah/guru-guru
dalam surat-surat kabar.
25. Menyusun
tes-tes standar bersama kepala sekolah dan guru-guru.
26. Merencanakan
demonstrasi mengajar dan sebagainya oleh guru yang ahli, supervisi sendiri,
ahli-ahli lain dalam rangka memperkenalkan metode baru, alat-alat baru.
2.
Jenis
Supervisi
a.
Supervisi
umum dan supervisi pengajaran
Supervisi
umum adalah supervisi yang dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan atau pekerjaan
yang secara tidak langsung berhubungan dengan usaha perbaikan pengajaran
seperti supervisi terhadap kegiatan pengelolaan bangunan dan perlengkapan
sekolah atau kantor-kantor pendidikan, supervisi pengelolaan keuangan sekolah
atau kantor pendidikan, dan sebagainya.
Supervisi
pengajaran adalah kegiatan-kegiatan kepengawasan yang ditujukan untuk
memperbaiki kondisi-kondisi baik personel maupun material yang memungkinkan
terciptanya situasi belajar mengajar yang lebih baik demi tercapainya tujuan
pendidikan.
b.
Supervisi
klinis
Supervisi klinis merupakan bagian
dari supervisi pengajaran. Disebut supervisi klinis sebab prosedur
pelaksanaanya lebih ditekankan kepada mencari sebab-sebab atau
kelemahan-kelemahan yang terjadi di dalam proses belajar mengajar, dan kemudian
secara langsung pula diusahakan bagaiamana memperbaiki kelemahan atau
kekurangan tersebut.
Di
dalam supervisi klinis cara menangani masalah dilakukan setelah supervisor
mengadakan pengamatan secara langsung terhadap cara guru mengajar, dengan
mengadakan “diskusi balikan” antara supervisor dengan guru yang bersangkutan.
Diskusi balikan di sini adalah diskusi yang dilakukan segera setelah guru
selesai mengajar dan bertujuan untuk memperoleh balikan tentang kebaikan maupun
kelemahan yang terdapat selama guru mengajar serta bagaimana usaha untuk
memperbaikinya.
Ciri-ciri supervisi klinis
La Sulo mengemukakan ciri-ciri
supervisi klinis ditinjau dari segi pelaksanaannya sebagai berikut:
1. Bimbingan
supervisor kepada guru bersifat bantuan, bukan perintah atau instruksi.
2. Jenis
keterampilan yang akan disupervisi diusulkan oleh guru atau calon guru yang
akan disupervisi dan disepakati melalui pengkajian bersama antara guru dan
supervisor.
3. Meskipun
guru atau calon guru mempergunakan berbagai keterampilan mengajar secara
terintergrasi, sasaran supervisi hanya pada beberapa keterampilan tertentu
saja.
4. Instrumen
supervisi dikembangkan dan disepakati bersama antara supervisor dan guru
berdasarkan kontrak.
5. Balikan
diberikan dengan segera dan secara obyektif .
6. Meskipun
supervisor telah menganalisis dan menginteprestasi data yang direkam oleh
instrumen observasi, di dalam diskusi atau pertemuan balikan guru/calon guru
diminta terlebih dahulu menganalisis penampilannya.
7. Supervisor
lebih banyak bertanya dan mendengarkan dari pada memerintah atau mengerahkan.
8. Supervisi
berlangsung dalam suasana intim dan terbuka.
9. Supervisi
berlangsung dalam siklus yang meliputi perencanaan, observasi, dan
diskusi/pertemuan balikan.
10. Supervisi
klinis dapat dipergunakan untuk pembentukan atau peningkatan dan perbaikan
keterampilan mengajar.
c.
Supervisi
melekat dan supervisi fungsional
Istilah
pengawasan melekat diturunkan dari bahasa asing built in controle yang berarti suatu
pengawasan yang memang sudah dengan sendirinya melekat menjadi tugas dan
tanggung jawab semua pimpinan, dari pimpinan tingkat atas sampai dengan
pimpinan tingkat paling bawah dari semua organisasi atau lembaga.
Tujuan
pengawasan melekat adalah untuk mengetahui apakah pimpinan unit kerja dapat
menjalankan fungsi pengawasan dan pengendalian yang melekat padanya dengan baik
sehingga bila ada penyelewengan, pemborosan, korupsi, pimpinan unit kerja dapat
mengambil tindakan koreksi sedini mungkin.
Pengawasan fungsional adalah
kegiatan-kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh orang-orang yang fungsi
jabatannya sebagai pengawas. Sebagai contoh konkret tentang pengawasan
fungsional dapat dilihat didalam struktur organisasi Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Pengawasan
fungsional yang mengenai pengajaran pada umumnya dilakukan oleh para pengawas
di tingkat Kanwil Depdikbud yang ada di di tiap provinsi seperti Pengawas
bidang Pendidikan Menengah Umum, Pengawas bidang Pendidikan Menengah Kejuruan,
dan Pengawas bidang Pendidikan Guru dan Tenaga Teknis.
3.
Inservice-training dan upgrading
a.
Inservice-training
Inservice-training
ialah segala kegiatan yang diberikan dan diterima oleh para petugas pendidikan
seperti pengawas, kepala sekolah, penilik sekolah, guru,dsb. yang bertujuan
untuk menambah dan mempertinggi mutu pengetahuan, kecakapan dan pengalaman
guru-guru dalam menjalankan tugas kewajibannya.
Inservice-training
atau pendidikan dalam jabatan merupakan bagian yang integral dari program
supervisi yang harus diselenggarakan oleh sekolah-sekolah setempat untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan sendiri dan memecahkan persoalan-persoalan
sehari-hari yang menghendaki pemecahan segera.
Program
inservice-training dapat melingkupi berbagai kegiatan seperti mengadakan
seminar, mempelajari kurikulum, survai masyarakat, demonstrasi mengajar menurut
metode-metode baru, fieldtrip, kunjungan-kunjungan ke sekolah di luar daerah,
dan persiapan-persiapan khusus untuk tugas-tugas baru.
b.
Upgrading
(penataran)
Upgrading adalah suatu usaha atau kegiatan yang
bertujuan untuk meningkatkan taraf ilmu pengetahuan dan kecakapan para pegawai,
guru-guru, atau petugas pendidikan lainnya sehingga dengan demikian keahliannya
bertambah luas dan mendalam.
4.
Penempatan
guru dan mutasi pimpinan sekolah
a.
Masalah
Penempatan Guru
Pengangkatan
dan penempatan guru di suatu sekolah merupakan tugas dan tanggungjawab Kepala
Kanwil melalui Kepala Bidang masing-masing. Dari pengalaman kita mengetahui
bahwa pengangkatan dan penempatan guru merupakan masalah yang tidak mudah dan
memerlukan beberapa pertimbangan dan pemikiran.
Beberapa
hal yang menyebabkan kesulitan dalam pengangkatan dan penempatan guru-guru
dapat dikemukakan di sini antara lain:
1. Besarnya
hasrat pada guru-guru muda untuk melnjutkan pelajarannya guna mencapai ijazah
yang lebih tinggi sehingga banyak di antara mereka yang memilih tempat
bekerjanya di kota-kota besar.
2. Makin
kurangnya animo untuk ke sekolah guru sehingga jumlah guru yang dihasilkan
setiap tahunnya kurang dapat memenuhi kebutuhan jumlah tenaga guru yang
diperlukan.
3. Sejajar
dengan no.2 di atas, terlihat adanya kecenderungan makin banyaknya siswa wanita
yang masuk ke sekolah guru, tidak sebanding dengan jumlah prianya. Sedangkan
pengangkatan/penempatan guru-guru wanita lebih memerlukan banyak pertimbangan
daripada penempatan bagi guru pria.
4. Khusus
untuk SLP dan SLA, kekurangan guru-guru vak eksakta dan keterampilan sangat
menonjol, di samping melimpahnya jumlah jumlah guru vak umum seperti bahasa dan
IPS.
5. Adanya
sistem pengkajian yang masih menggunakan “Sistem Skala Tunggal” seperti PGPS-68
yang pada umumnya kurang menguntungkan, terutama bagi jabatan guru.
6. Administrasi
kepegawaian yang sangat birokratis sehingga menghambat kelancaran prosedur
pengangkatan serta penempatan guru-guru dan pegawai pada umumnya.
7. Last but not least: belum
adanya perencanaan (palnning) yang matang dari tiap departemen khususnya yang
menyangkut pendidikan.
Beberapa
hal yang perlu diperhatikan dalam usaha mengangkat dan menempatkan guru
seperti:
1. Pengangkatan
dan penempatan guru hendaknya didasarkan atas hasil seleksi dan kualifikasi
yang telah diadakan sebelumnya.
2. Disesuaikan
dengan kebutuhan yang sabenarnya dari sekolah yang bersangkutan.
3. jarak
antara tempat tinggal guru dan sekolah.
4. Untuk
sekolah-sekolah tertentu mungkin perlu juga dipertimbangkan jenis kelamin dan
status perkawinan.
5. Latar
belakang pendidikan dan pengalaman kerja sebagai guru.
6. Keahlian
khusus dan hobby yang dimilikinya.
7. Hal-hal
lain yang mungkin masih diperlukan sesuai dengan rencana jangka panjang dari
instansi atau sekolah yang bersangkutan.
b. Pentingnya mutasi pimpinan
sekolah
1. Mutasi
vertikal dan horizontal
Yang
dimaksud dengan mutasi vertikal di sini ialah mutasi yang dilakukan dengan
memindahkan pegawai yang bersangkutan kepada jabatan yang lebih tinggi atau
lebih rendah dalam jenjang organisasi kepegawaian.
Kebaikan
mutasi vertikal ini adalah memberikan kesempatan bagi para pegawai untuk dapat
mengembangkan kariernya, mendorong para pegawai untuk bekerja lebih giat, jujur
dan mempertinggi prestasi kerjanya.
Mutasi
horizontal adalah mutasi yang dilakukan dengan jalan memindahkan kepala sekolah
itu ke sekolah yang lain, yang sejenis tanpa mengubah status jabatannya.
2. Syarat
yang perlu diperhatikan untuk melaksanakan mutasi:
a. Dilakukan
dengan rencana yang matang, sistematis dan praktis.
b. Berdasarkan
hasil supervisi yang kontinyu dan teliti.
c. Diketahui
benar-benar kelemahan atau kelebihan masing-masing kepala sekolah.
d. Diketahui
benar-benar kelebihan dan kelemahan masing-masing sekolah.
e. Para
sekolah mengetahui dan menyadari mengapa dan untuk apa mereka dimutasi.
f. Mutasi
vertikal dan horizontal dapat dilakukan secara bersama-sama sesuai dengan
tuntutan pengembangan pendidikan.
g. Lebih
baik jia mutasi itu dilaksanakan secara periodik, misal setiap 4 atau 5 tahun
sekali. Kecuali mutasi yang terpaksa atau mendadak karena suatu hal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar