Minggu, 25 Desember 2011

Administrasi dan Supervisi Pendidikan


A.    GURU DAN ADMINISTRASI SEKOLAH
1.      Kedudukan dan Tugas Guru
Pada umumnya guru diangkat berdasarkan syarat-syarat seperti : umur, ijazah, kesehatan, kelakuan baik, tidak cacat dan sebagainya. Kedudukannya ialah sebagai pembantu Kepala sekolah. Tugasnya dalam administrasi pendidikan ialah sebagai pembantu, yakni ikut melaksanakan administrasi pendidikan agar tercapai tujuan pendidikan yang sebenarnya, khususnya di sekolah dasar.
Pada masa-masa yang lampau, pada umumnya tugas dan kewajiban guru hanyalah mengajar, artinya mengajarkan materi pelajaran dari buku kepada murid, member tugas dan memeriksanya. Hal ini di sekolah-sekolah kita sekarang using. Dalam banyak hal, pekerjaan berhubungan erat sekali dengan pekerjaan seorang pengawas, kepala sekolah dan tata usaha dan sebagainya.
Selanjutnya cara ia melaksanakan tugasnya itu amat bergantung pada tipe pemimpin sekolah. Apabila ia mendapatkan seseorang Kepala sekolah yang otoriter, maka ia akan tinggal melaksanakannya hal-hal yang diperintahkan kepadanya, tanpa mempunyai tanggung jawab lagi, karena ia menjalankan pekerjaan atas perintah maupun atas paksaan tanpa kebebasan berbuat.
Apabila Kepala sekolah bertipe pemimpin masa bodoh, maka ia akan menjadi penanggung jawab penuh dalam pelaksanaan administrasi pendidikan didalam kelas yang diserahkan kepadanya: ia dapat berbuat bebas menurut keahlian, ketrampilan serta kepandaiannya sendiri. Ia bertindak sebgai pemimpin di dalam kelasnya. Hasil usahanya bergantung sepenuhnya dari padanya. Cara ia melaksanakannya bergantung pada tipe pemimpin yang ia miliki. Suasana kelasnya juga bergantung pada tipe tersebut.
Selanjutnya apabila ia mendapatkan Kepala sekola yang bertipe demokratis, ia adalah pemimpin kelas seperti diatas, tetapi juga ikut bertanggung jawab terhadap terlaksananya admisitrasi pendidikan di seluruh sekolah. Ia mempunyai tanggung jawab yang lebih luas, karena diberi kesempatan lebih luas dalam adiministrasi pendidikan seluruhnya. Cara ia menggunakan itu bergantung pada pribadi dan semangat maupun dedication-nya.
Tokoh-tokoh pendidikan zaman sekarang menekankan pada gagasan tentang demokrasi dalam hidup sekolah, guru-guru hendaknya didorong untuk ikut serta dalam pemecahan masalah-masalah adminstrasi yang langsung mempengaruhi peranan professional guru.
2.      Guru sebagai Pemimpin dan Pembantu Kepala Sekolah
            System pembagian tugas di sekolah dasar lain dengan di sekolah lanjutan. Tugas guru di sekolah lanjutan berdasarkan mata pelajaran yang sesuai dengan keahliannya, tetapi di sekolah dasar berdasarkan kelas. Berdasarkan system ini semua guru di sekolah dasar adalah pemimpin, dan karena itu disamping sifat umum sebagai guru ia wajib pula memiliki syarat kepempimpinan seperti Kepala sekolah. Hanya saja kalau disbanding dengan Kepala sekolah pengaruhnya lebih sempit.
            Adapun syarat-syarat guru sebagai partisipan tugas kepala sekolah dan sebagai pembantu ialah :
a)      Guru harus menginsyafi kedudukannya sebagai pembantu, bukan penanggung jawab dalam keseluruhan adminstrasi. Penanggung jawab tertinggi adalah kepala sekolah.
b)      Guru harus patuh melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya: bukannya kepatuhan lahir, melainkan kepatuhan atau keinsyafan. Tidak baik seorang guru kurang patuh dan mengingkari tugas. Ia harus insyaf bahwa jika tidak ada menjalankan tugas sendiri berarti menghalang-halangi jalannya admisitrasi pendidikan dalam keseluruhannya.
c)      Guru harus bersikap terus terang bila menerima pembagian tugas tanggung jawab yang terlalu berat baginya atau bukan bidangnya atau diluar kemampuannya. Sikap menggerutu dan sikap pura-pura dimuka kepala sekolah merusak suasana kekeluargaan dan mengurangi kepercayaan pimpinan kepadanya.
d)     Guru harus siap sedia member bantuan apabila bantuan itu diperlukan daripadanya.
e)      Guru harus mempunyai semangat yang besar untuk ikut mensukseskan program kerja dalam melaksanakan adminstrasi pendidikan, bukannya acuh tak acuh atau sebagai penonton belaka.
f)       Guru harus mampu mengajak teman-teman seperkerjaan untuk ikut melaksanakan admistrasi pendidikan.
g)      Dengan adanya saling pengertian antara pemimpin dan yang dipimpin, maka masing-masing melaksanakan tugas pengabdiannya sebaik-baiknya, sehingga mencapai tujuan bersama.
3.      Partisipasi Guru Dalam Administrasi Pendidikan
            Partisipasi guru dalam administrasi sekolah sangat penting dan menjadi keharusan. Partisipasi yang dimaksud hendaknya ditafsirkan sebagai kesempatan-kesempatan kepada para guru dan kepala sekolah untuk memberi contoh tentang bagaiamana demokrasi dapat diterapkan untuk memecahkan berbagai masalah pendidikan. Karena adanya beberapa faktor, proses pendemokrasian dan pengawasan sekolah-sekolah tersebut membutuhkan waktu, dan hanya dapat dicapai secara berangsur-angsur. Kebiasaan-kebiasaan yang tradisional pada petugas pendidikan dan para guru, sukar sekali mengubah dan membuangnya.
Telah banyak usaha pembaharuan yang telah dijalankan, seperti dalam bentuk dan isi kurikulum, cara-cara atau metode-metode mengajar yang baik dan efisien, adanya pembinaan dan penyuluhan, kegiatan-kegiatan ekstrakulikuler dan sebagainya. Akan tetapi, semua itu tidak hanya mendatangkan hasil yang sedikit sekali, kadang-kadang tidak kelihatan sama sekali hasilnya. Hal ini disebabkan karena adanya konservatisme dan sifat-sifat tradisional di dalam praktek kehidupan pendidikan yang sangat kuat dan disebabkan karena kurang atau tida diikut sertakannya guru-guru dalam usaha pembaharuan pendidikan.
Yang dimaksud dengan partisipan guru dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran atau dalam administrasi pendidikan adalah ikut sertanya guru dalam keaktifan menyiapkan situasi lingkungan pendidikan. Guru dinamakan partisipan admistrasi pendidikan.
Dibawah pimpinan otokratis seperti zaman penjajahan, partisipais guru hanya ikut memasukkan bahan pelajaran kedalam jiwa anak. Kekuasaan dalam menentukan kebijaksanaan-kebijaksanaan sekolah berada seluruhnya dalam tangan para pejabat dan pimpinan di kantor pusat. Segala keputusan-keputusan dan instruksi-instruksi ditentukan dari atas. Kewajiban guru hanya mengikuti dan mentaatinya. Bidan partisipannya sempit sekali. Disamping itu timbulkekhawatiran adanya kemungkinan dipecat dari jabatan, apabila guru kurang baik menjalankan tugas mengajarnya. Keinsyafan perlunya berpartisipasi tidak ada. Tujuan pokok adalah mendapatkan nafkah cukup untuk hidup dengan keluarganya. Terhadap penyelenggaraan administrasi pendidikan seluruh sekolah, ia adalah penonton saja terhadap usaha sekolah. Musyawarah dan mufakat tidak ada tempat dalam sistim pengawasan otokratis ini.
Dibawah pimpinan demokratis dari guru dituntut partisipasi yang luas dan besar dalam keaktifan penyelenggaraan pendidikan di sekolah seluruhnya. Jadi tidak hanya terbatas pada pengajaran dan penyelenggaraan pendidikan disuatu kelas. Terhadap penyelenggaraan administrasi pendidikan seluruh sekolah ia tidak lagi sebagai penonton saja, melainkan sebagai subyek, pemain atau partisipan. Motivasi partisipasi guru adalah keinsyafan, karena ia diajak ikut menetapkan serta membuat program kerja kegiatan mengenai seluruh adminstrasi pendidikan.
Cara melaksanakan dan hasil kegiatan bergantung pada besar kecil dedication of life-nya. Kemerdekaan kita menugaskan kepada kita, sebagai warga Negara yang demokratis, untuk lebih banyak berpartisipasi dalam menyelenggarakan administrasi pendidikan. Administrasi pendidikan harus juga dilaksanakan secara demokratis.
Banyak usaha-usaha pembaruan telah dijalankan. Seperti dalam bentuk dan isi kurikulum, metode-metode mengajar, bimbingan dan penyukuhan, kegiatan-kegiatan ekstra kurikuler dan sebagainya, namun hasilnya masih sedikit sekali, bahkan tidak kelihatan sama sekali. Hal ini disebabkan antara lain oleh adanya konservatisme sekolah dan kurang diikut sertakannya guru-guru dalam usaha-usaha pembaruan pendidikan.
Administrasi sekolah merupakan bagian dari administrasi pendidikan. Administrasi pendidikan meliputi kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan pendidikan di suatu Negara atau bahkan pendidikan pada umumnya. Sedangkan administrasi sekolah adalah kegiatan-kegiatan terbatas pada pelaksanaan pengelolaan pendidikan di sekolah dasar, administrasi sekolah lanjutan, administrasi perguruan tinggi dan sebagainya.
a.       Administrasi tata laksana sekolah
Hal ini meliputi :
1)      Organisasi dan struktur pegawai tata usaha
2)      Otoritas dan anggaran belanja keuangan sekolah
3)      Masalah kepegawaian dan kesejahteraan personel sekolah
4)      Masalah perlengkapan dan perbekalan
5)      Keuangan dan pembukuannya
6)      Korespondensi / surat-menyurat
7)      Laporan-laporan (bulanan, kuartalan, dan tahunan)
8)      Masalah pengangkatan, pemindahan, penempatan, dan pemberhentian pegawai
9)      Pengisian buku pokok, klapper, rapor, dan sebagainya.
b.      Administrasi personal guru dan pegawai sekolah
Hal ini meliputi :
1)      Pengangkatan dan penempatan tenaga guru
2)      Organisasi personel guru-guru
3)      Masalah kepegawaian dan kesejahteraan guru
4)      Rencana orientasi bagi tenaga guru yang baru
5)      Konduite dan penilaian kemajuan guru-guru
6)      Inservice training dan up-grading guru-guru
4.      Demokratisasi Administrasi Pendidikan Dan Demokrasi Dalam Administrasi Sekolah
Dalam zaman penjajahan belanda, segala sesuatu mengenai dasar dan tujuan serta seluruh administrasi pendidikan ditentukan oleh pemerintah belanda. Guru kepala dan guru-guru lainnya tinggal menjalankan ketentuan-ketentuan yang sudah digariskan dari atas. Kurikulum sudah dibuat untuk seluruh Indonesia, tidak diperkenankan menyimpang sedikitpun. Sejarah Indonesia dan pendidikan jasmani tidak boleh diajarkan di sekolah dasar. Kegiatan-kegiatan yang berguna untuk memupuk kecintaan terhadap nusa dan bangsa tidak ada. Dengan kata lain dalam zaman penjajahan guru adalah kuli yang diberi tugas mengajar. Kebebasan bekerja tidak ada. Lebih kejam lagi daripada penjajahan belanda ialah penindasan jepang. Pengajaran dan pendidikan ditelantarkan dan diganti dengan kegiatan untuk kepentingan jepang. Persamaan kedua zaman tersebut ialah penyelenggara adminstrasi pendidikan harus berkarya untuk kepentingan orang lain, yaitu penjajah.
Sesudah Indonesia merdeka, sistim pendidikan di sekolah-sekolah bersifat nasional dan demokratis. Untuk mencapai tujuan ini, diperlukan admistrasi dan pengawasan yang demokratis pula, serta sekolah-sekolah harus benar-benar hidup dan tumbuh diatas dasar filsafat Negara yaitu Pancasila.
Penerapan demokrasi dalam administrasi sekolah hendaknya diartikan bahwa administrasi sebagai kegiatan atau rangkaian kegiatan kepemimpinan, dengan tujuan-tujuan sekolah dan cara-cara untuk mencapainya dikembangkan dan dijalankan. Kegiatan-kegiatan kepemimpinan ini  meliputi :
·         Kegiatan mengorganisasi personel dan material
·         Merencanakan program / kegiatan-kegiatan
·         Membangun semangat guru-guru dan inisiatif perseorangan / kelompok kearah tercapainya tujuan-tujuan.
·         Menilai hasil-hasil rencana-rencana, prosedur-prosedur, serta pelaksanaanya oleh perseorangan dan kelompok.
Apabila administrasi dipandang sebagai proses bekerja dengan orang-orang dan mengoordinasi usaha-usaha mereka ke dalam keseluruhan yang bekerja efisien dan produktif, maka jelas bahwa tanggung jawab tidak dapat lagi dipusatkan pada hanya satu orang belaka. Tanggung jawab harus disalurkan secara luas di antara semua orang yang mengambil bagian dalam program sekolah.
Dalam memimpin dan mengatur sekolah secara demokratis dapat menimbulkan beberapa masalah yaitu antara lain tentang perlunya kesempatan-kesempatan bagi partisipasi bagi guru-guru secara penuh, juga pegawai-pegawai sekolah, murid-murid dan orang-orang tua murid, dalam memikirkan cara-cara memajukan program dan kesejahteraan sekolah. Sehingga memerlukan persetujuan semua pihak, dan hal tersebut merupakan ciri khas bagi demokrasi di dalam administrasi sekolah.
Hendaklah dipahami bahwa untuk menanamkan sifat dan kehidupan yang demokratis pada murid-murid, tidak cukup hanya dengan ceramah-ceramah atau kata-kata saja. Perkembangan tingkah laku yang demokratis pada anak didik pada asasnya bergantung pada hubungan anak didik dengan guru dan pada sifat pengalaman-pengalaman hidup sehari-hari yang disediakan oleh sekolah. Untuk itu, guru harus memahami arti demokrasi dan percaya pada nilai-nilainya dan dalam tingkah laku menjadi contoh sebagai jiwa pribadi yang benar-benar demokratis.
Adapun pola-pola tingkah laku yang demokratis yang seyogyanya dimiliki oleh guru ialah :
1.      menghormati kepribadian orang-seorang
2.      memperhatikan hak dan kebebasan orang lain
3.      kerjasama dengan orang lain
4.      menggunakan kecakapan-kecakapan mereka untuk memajukan kesejahteraan umum dan kemajuan social
5.      lebih menghargai penggunaan kecerdasan secara efektif dalam memecahakan masalah-masalah daripada penggunaan kekerasan atau emosi
6.      menyelidiki, menemukan dan menerima kekurangan-kekurangan diri sendiri dan berusaha memperbaikinya
7.      mereka memimpin atau mengikuti sesuai dengan kesanggupan mereka bagi keuntungan kelompok / bersama
8.      memikul tanggung jawab terhadap tercapainya cita-cita dan tujuan-tujuan bersama dan mendahulukan kewajiban daripada hak
9.      mereka memerintah diri sendiri untuk kebaikan semua
10.  bersikap toleran
11.  menghargai musyawarah untuk memperoleh kata sepakat
12.  senantiasa berusaha untuk mencapai cara hidup demkokratis yang paling efektif
13.  berusaha dengan contoh sendiri untuk membimbing orang-orang lain supaya hidup secara demokratis
14.  menyesuaikan diri kepada kondisi-kondisi yang selalu berubah dan berkembang ke arah perbaikan dan kemajuan
5.      Beberapa Kesempatan Berpartisipasi Dalam Pendidikan
      Ada bermacam-macam kesempatan yang dapat digunakan untuk mengikutsertakan guru-guru dalam kegiatan-kegiatan seperti dalam :
1.      Mengembangkan filsafat pendidikan
Mengembangkan filsafat pendidikan berarti bahwa dalam setiap langkah kegiatan mendidik selalu berusaha hendak menjawab apakah yang sedang kita lakukan, bagaimana kita melakukannya, apa sebab kita melakukannya, dan untuk apakah kita melakukannya. Menjadi keharusan bagi setiap guru untuk mengetahui sedikit filsafat pendidikan itu, karena tidak mungkin dia akan mempraktekkan apa yang tida diketahuinya. Filsafat pendidikan seorang guru melingkupi keseluruhan dari semua unsur yang telah membentuk kehidupannya, pengalaman-pengalamannya, cita-citanya, sikapnya, pendapatnya, keberhasilan dan kegagalan-kegagalannya. Filsafat pendidikan akan berkembang terus pada orang-orang yang hidup di tengah-tengah murid, tumbuh di dalam praktek, senantiasa berubah, bertambah, dan tidak lengkap dan selesai.
2.      Memperbaiki dan menyesuaikan kurikulum
Penyusunan kurikulum serta perubahan dan penyesuaian dilakukan pada tingkat kanwil dengan bantuan para ahli dalam mata-mata pelajaran khusus, sehingga guru-guru hanya menerima dan menggunakan saja menurut apa adanya, karena guru-guru tersebut tidak ambil bagian dalam perencanaan dan penyusunan kurikulum itu. Prosedur itu menghadapi berbagai kesulitan dalam praktek perbaikan dan pengajaran, sebab hal-hal yang berkaiatan dengan penyusunan kurikulum hanya ditentukan dari atas, dan guru-guru tidak diikutsertakan dalam penyusunan kurikulum tersebut. Keadaan tersebut mengakibatkan banyak usaha perbaikan pengajaran yang hanya tunggal di atas kertas saja. Hal yang demikian menimbulkan pengertian tentang keharusan mengikutsertakan guru-guru dalam usaha memperbaiki dan menyesuaikan kurikulum.
3.      Merencanakan program supervisi.
Dengan adanya supervisi dimaksudkan kegiatan-kegiatan pengawasan yang langsung ditujukan untuk memperbaiki situasi mengajar-belajar di dalam kelas. Tujuan yang pokok ialah membantu guru untuk tumbuh secara pribadi dan professional, dan untuk belajar memecahkan sendiri masalah-masalah yang mereka hadapi dalam tugasnya. Kegiatan-kegiatn supervisi antara lain : teknik-tenik pembicaraan individual, pertemuan secara kelompok, kunjungan kelas, ceramah, workshop, demonstrasin mengajar, teknik-teknik dan metode-metode mengajar yang baru, penilaian terhadap mengajar sistematis, dan pertukaran pengalaman-pengalaman dan gagasan-gagasan baru.
4.      Merencanakan kebijakan-kebijakan kepegawaian
Sekarang, dengan adanya PGRI ( Persatuan Guru Republik Indonesia ) dam makin berkembangnya kesadaran dan pengertian akan perlunya demokrasi dalm pendidikan pada pemimpin-pemimpin pendidikan dan pendidikan dan pendidik (guru) kita pada umumnya, kebijakan-kebijakan kepegawaian makin  berubah ke arah pelaksanaan yang demokratis. Adapun  kebijakan-kebijakan kepegawaian yang memerlukan ikut sertanya guru-guru dalam perencanaannya dan tentu saja harus melalui permusyawaratan perwakilan antara lain yaitu masalah penempatan, orientasi, promosi ( kenaikan pangkat/ jabatan), pemberhentian ( pension, pemecatan, dsb ), pemindahan, pemberian tugas belajar, cuti, konduite, masalah gaji, pengobatan dan kesejahteraan guru-guru dan petugas-petugas pendidikan pada umumnya.
5.      Kesempatan-kesempatan berpartisipasi lainya
Masih banyak kesempatan lain yang mengharuskan ikut sertanya guru-guru dalam administrasi sekolah. Beberapa diantaranya adalah :
a)   Menyelidiki buku-buku sumber bagi guru dan buku-buku pelajaran bagi murid-murid
b)   Merencanakan dan merumuskan tujuan-tujuan kegiatan-kegiatan ekstrakulikuler
c)   Menentukan dan menyusun tata tertib sekolah
d)  Menetapkan syarat-syarat penerimaan murid baru
e)   Menetapkan syarat-syarat kenaikan kelas
f)    Menyusun ulangan-ulangan umum
g)   Menetapkan daftar pengawasan murid di halaman sekolah
h)   Merumuskan kebijakan tentang pembagian tugas mengajar guru-guru
i)     Menyusun daftar pelajaran umum
j)     Menetapkan pengawasan dan penilaian kebersihan gedung dan halaman sekolah
k)   Merencanakan penggunaan ruangan-ruangan sekolah
l)     Dll.
6.      Orientasi bagi guru-guru baru
a.   Arti dan perlunya orientasi
Masa orientasi sangat diperlukan bagi guru-guru yang baru mulai menjalankan tugasnya dalam mengajar. Yang dimaksud dengan masa orientasi ialah suatu kesempatan yang diberikan kepada seorang pegawai atas guru yang mulai bekerja, untuk mengadakan observasi dan partisipasi langsung dengan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan tugasnya sebagai guru di sekolah itu, agar dalam waktu relative singkat ia dapat segera mengenal dan menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat ia bekerja. Masa orientasi sangat diperlukan karena setiap pegawai atau guru yang baru pada umumnya menghadapi problema, baik problema yang menyangkut dirinya sendiri maupun problema yang berhubungan dengan tugas-tugas pekerjaan yang akan dilakukannya. Ia memerlukan bantuan dan bimbingan dari pimpinan sekolah dan guru-guru senior untuk dapat mengenal dan mengatasi problem-problem tersebut.
Chamberlain dan Kindred mengatakan bahwa, setiap guru beau memerlukan bantuan dalam hal mempelajari masyarakat, lingkungan, lingkungan fisik sekitar sekolah dan fasilitas-fasilitas yang ada di lingkungan tersebut, mengenal dan mempelajari tentang teman sejawat, murid-murid, kebijakan pelaksanaan system sekolah, dam macam-macam tugas yang akan mereka kerjakan. Mereka memerlukan bantuan dalam pemecahan masalah-masalah yang timbul dan bimbingan dalam mengarahkan pertumbuhan mereka sendiri serta perkembangannya sebagai seorang profesional.


b.   Tujuan orientasi
Tujuan orientasi yang utama adalah membawa guru baru untuk dapat segera mengenal situasi dan kondisi, serta kehidupan sekolah pada umumnya, agar selanjutnya dapat mendorong member motivasi kepada mereka untuk bekerja lebih baik dan bergairah.
Elsbree dan Reutter mengemukakan bahwa tujuan orientasi yang terutama adalah memberikan perhatian (attention) kepada guru baru dan mendorong mereka agar memiliki kualitas mengajar yang tinggi. Untuk mencapai tujuan pokok ini maka program orientasi paling sedikit haruslah berisi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
a)      Mengenalkan kepada guru-guru baru itu secepat mungkin agar mereka segera dapat mengenal system sekolah dan masyarakat di lingkungan sekolah.
b)      Menyediakan bantuan secukupnya agar mereka segera dapat mengenal dan menyesuaikan diri dengan personel sekolah (guru-guru dan pegawai)
c)      Memberikan bimbingan yang konstruktif dalam mengembangkan kecakapan-kecakapan mengajar dan sikap-sikap professional mereka.
d)     Menyediakan kesempatan kepada guru baru untuk turut berpartisipasi langsung dalam kegiatan sekolah pada umumnya.
c.    Kegiatan-kegiatan orientasi
Kegiatan-kegiatan orientasi antara lain :
a)      Bantuan mendapat perumahan / tempat tinggal yang sesuai
Beberapa usaha yang dapat dilakukan sekolah dalam rangka memberi bantuan tersebut antara lain dengan jalan :
  Bekerja sama dengan masyarakat setempat, khususnya POM atau Panitia Penyelenggaraan Sekolah yang bersangkutan
  Dengan menyarikan rumah sewaan
  Membantu meminjami uang dengan pengembalian secara diangsur sesuai dengan kemampuan guru yang bersangkutan
  Menyediakan perumahan guru-guru
  Meminjamkan perabot rumah yang diperlukan, dsb
b)      Mengenalkan guru baru kepada system dan tujuan sekolah
Usaha-usaha lain yang dapat dilakukan ialah dengan jalan :
  Memberi kesempatan kepada guru baru mempelajari buku-buku, kurikulum, dan silabus yang berlaku di sekolah itu.
  Kepala sekolah, guru-guru, serta pegawai sekolah membantunya dengan memberikan informasi-informasi yang diperlukan tentang administrasi sekolah, jalannya sekolah atau system yang berlaku di sekolah itu.
  Mengadakan tanya-jawab dan diskusi-diskusi dengan guru baru, baik secara formal maupun informal.
c)      Mengenalkan guru baru kepada kondisi dan situasi masyarakat lingkungan sekolah
Caranya ialah dengan jalan memberikan informasi-informasi bilamana ia memerlukannya. Beberapa hal yang perlu diperkenalkan untuk diketahui oleh guru-guru baru antara lain :
  Letak dan macam-macam kantor atau instansi lain yang ada di sekitar sekolah itu : seperti kantor pemerintahan setempat, kantor pos, masjid, gereja, pasar, terminal bus, stasiun kereta api, kantor polisi, rumah sakit, kantor pemadam kebakaran, dll. Jika mungkin dengan nomor telepon dan nama masing-masing.
  Kehidupan, adat-istiadat serta sifat-sifat masyarakat setempat, seperti : bagaiamana kepadatan dan komposisi penduduknya, mata pencahariannya, kebiasaan-kebiasaan yang berlaku, sikap dan perhatiannya terhadap sekolah serta pendidikan pada umumnya, dsb.
d)      Membantu guru baru dalam perkenalan dan penyesuaian terhadap personel sekolah
Hal ini dapat dilakukan antara lain dengan jalan :
  Memperkenalkan kepada semua guru dan pegawai sekolah dalam suatu pertemuan
  Mengadakan pertemuan ramah-tamah di sekolah atau di rumah salah seorang guru, yang dihadiri oleh semua guru dan staf sekolah.
e)      Membantu guru baru dalam usaha memperbaiki dan mengembangkan kecakapan-kecakapan mengajarnya
Usaha yang dilakukan oleh kepala sekolah atau supervisor dalam rangka memperbaiki dan mengembangkan kecakapan-kecakapan mengajar pada guru-guru baru antara lain :
  Mengadakan evaluasi dengan jalan mengobservasi kegiatan-kegiatan mengajar pada guru baru, dan membuat catatan-catatan harian.
  Memberikan kesempatan kepada guru baru untuk mengadakan observasi visit atau kunjungan observasi, yakni mengamati demonstrasi mengajar yang dilakukan oleh guru yang telah berpengalaman, yang kemudian dilanjutkan dengan diskusi di antara mereka
  Memberi bimbingan dalam membuat dan merencanakan pekerjaan mereka, seperti bimbingan dalam membuat persiapan mengajar, memilih bahan pelajaran, memilih metode mengajar yang sesuai, dsb.
f)        Membangkitkan sikap-sikap dan minat professional
Mengajar dan mendidik adalah profesi yang memerlukan suatu keahlian khusus serta bakat ataupun minat yang besar. Pekerjaan sebagai pendidik juga tugas yang bersifat sosial dan amal. Minat dan kesukaan terhadap suatu pekerjaan akan timbul dari pengalaman dan kebiasaan, terutama pengalaman yang menyenangkan. Karena berkali-kali mengalamami dan melakukan pekerjaan itu, lama kelamaan timbullah minat dan rasa cinta kepada pekerjaan tersebut. Selain itu karena menyukai pekerjaan itu, maka ia akan berusaha untuk menjalankannya dengan sebaik-baiknya. Ia akan selalu berusaha untuk memperbaiki dan mengembangkan profesinya sebagai guru. Pengembangan minat dan sikap professional itu hendaknya merupakan bagian integral dari program kepengawasan (supervise) yang dilakukan oleh kepala sekolah dan pengawas pendidikan lainnya.
g)      Menyediakan kesempatan untuk bertukar ide-ide
Dalam rangka orientasi, agar guru baru itu merasa dihargai dan tidak selalu merasa kecil hati atau merasa rendah diri, maka diadakan /diberikan kesempatan untuk mengadakan pertukaran pendapat dan pertukaran ide-ide baik secara formal maupun informal antara guru baru dengan guru-guru lain. Hal ini dapat dilakukan dengan jalan pertemuan-pertemuan yang sengaja untuk keperluan itu.
7.      Kode Etik Guru
1)      Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangunan yang ber-Pancasila
2)      Guru memiliki kejujuran professional dalam menerapkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak didik masing-masing
3)      Guru mengadakan komunikasi, terutama dalam memperoleh informasi tentang anak didik, tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk penyalahgunaan
4)       Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan dengan orang tua murid dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan anak didiknya
5)      Guru memelihara hubungan baik dengan masyarakat sekitar sekolahnya maupun masyarakat yang lebih luas untuk kepentingan pendidikan
6)      Guru secara sendiri-sendiri atau bersama-sama mengembangkan dan meningkatakan mutu profesinya
7)      Guru menciptakan dam memelihara hubungan antara sesame guru baik berdasarkan lingkungan kerja maupun di dalam hubungan keseluruhan
8)      Guru secara bersama-sama memelihara, membina, dan meningkatkan organisasi guru professional sebagai sarana pengabdiannya
9)      Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijakan pemerintah dalam pendidikan.

B.     KEPENGAWASAN DALAM PENDIDIKAN
1.       Supervisi (kepengawasan)
a.      Pengertian supervisi
      Dalam Bab I pasal 6 telah dikatakan bahwa supervisi adalah aktivitas menentukan kondisi-kondisi/syarat-syarat yang esensial, yang akan menjamin tercapainya tujuan-tujuan pendidikan.
      Jadi supervisi mempunyai pengertian yang luas. Supervise adalah segala bantuan dari para pemimpin sekolah, yang tertuju kepada perkembangan kepemimpinan guru-guru dan personel sekolah lainnya di dalam mencapai tujuan-tujuan pendidikan. Ia berupa dorongan, bimbingan, dan kesempatan bagi pertumbuhan keahlian dan kecakapan guru-guru, seperti bimbingan dalam usaha dan pelaksanaan pembaharuan-pembaharuan dalam pendidikan dan pengajaran, pemilihan alat-alat pelajaran dan metode-metode mengajar yang lebih baik, cara-cara penilaian yang sistematis terhadap fase seluruh proses pengajaran, dan sebagainya.
      Supervisi  ialah suatu aktifitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu para guru dan pegawai sekolah lainnya dalam melakukan pekerjaan mereka secara efektif.
Fungsi pengawasan atau supervisi dalam pendidikan bukan hanya sekedar control melihat apakah segala kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan rencana atau progam yang telah digariskan, tetapi lebih dari itu. Supervisi dalam pendidikan mengandung pengertian yang luas. Kegiatan supervisi mencakup penentuan kondisi-kondisi atau syarat-syarat personel maupun material yang diperlukan untuk teciptanya situasi belajar-mengajar yang efektif, dan usaha memenuhi syarat-syarat itu.
      Seperti dikatakan oleh Naeley dan evans dalam bukunya,”Hand  book for Effective Supervision of Instruction”, seperti berikut:”….the term ‘supervision’ is used to describe those activities which are primarily and directly concerned with studying and improving the conditions which surround the learning and growth of pupils and teachers.”
      Dalam dunia pendidikan di Indonesia, perkataan supervisi belum begitu popular. Sejak zaman penjajahan belanda hingga sekarang orang lebih mengenal kata “inspeksi” daripada supervisi. Pengertian “inspeksi” dari pada supervise. Pengertian “inspeksi” sebagai warisan pendidikan belanda dulu, cenderung kepada pengawasan  yang bersifat otoktaris, yang berarti  “ mencari kesalahan – kesalahan guru dan kemudian menghukumnya”. Sedangkan supervisi mengandung pengertian yang lebih demokratis. Dalam pelaksanaanya, supervise bukan hanya mengawasi apakah guru/pegawai menjalankan tugasnya dengan sebaik- baiknya sesuai dengan instruksi dan ketentuan –ketentuan yang telah digariskan, tetapi juga berusaha bersama guru – guru , bagaimana cara – cara memperbaiki proses belajar – mengajar. Jadi, dalam kegiatan supervise, guru – guru tidak dianggap sebagai pelaksana pasif, melainkan diperlukan sebagai partner bekerja yang memiliki  ide – ide , pendapat dan pengalaman yang perlu di dengar dan dihargai sera diikutsertakan di dalam usaha – usaha perbaikan pendidikan. Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Burton dalam bukunya, “ Supervision a social process “, sebagai berikut : “ Supervision is an expert technical service primarily aimed at studying and improving co-operatively al factors which affect child growth and development”.

Sesuai dengan rumusan Burton tersebut, maka:
1.      Supervisi yang baik mengarahkan perhatianya kepada dasar –dasar pendidikan dan cara –cara belajar serta perkembanganya dalam pencapaian tujuan umum pendidikan.
2.      Tujuan supervise adalah perbaikan dan perkembangan proses  belajar mengajar secara total; ini berarti bahwa tujuan supervisi tidak hanya untuk memperbaiki  mutu  pengetahuan dan keterampilan guru – guru, pemberian pembinaan dalam hal implementasi kurikulum, pemilihan dan penggunaan metode mengajar, alat- alat pelajaran, prosedur dan teknik evaluasi pengajaran, dan sebagainya.
3.      Fokusnya pada setting for learning, bukan pada seseorang atau kelompok orang. Semua orang, seperti guru – guru, kepala sekolah,dan pegawai sekolah lainya, adalah teman sekerja (coworkers) yang sama – samaa bertujuan mengembangkan situasi yang memungkinkan terciptanya kegiatan belajar – mengajar yang baik.
      Sesuai dengan rumusan di atas, maka kegiatan atau usaha – usaha yang dapat dilakukan dalam rangka pelaksanaan supervise dapat disimpulkan sebagai berikut:
·         Membangkitkan dan merangsang semangat guru – guru dan pegawai sekolah lainya dalam menjalankan tugas nya masing – masing dengan sebaik – baiknya.
·         Berusaha mengadakan dan melengkapi alat –alat perlengkapan termasuk macam – macam media instruksional yang diperlukan bagi kelancaran jalanya proses belajar – mengajar yang baik.
·         Bersama guru – guru, berusaha mengembangkan, mencari dan menggunakan metode – metode baru dalam proses belajar – mengajar yang lebih baik.
·         Membina kerjasama yang baik dan harmonis antara guru, murid, dan pegawai sekolah lainnya.
·         Berusaha mempertinggi mutu dan pengetahuan guru – guru  dan pegawai sekolah, antara lain dengan mengadakan workshop,seminar,inservice-training, atau up-grading.
      Perlu ditambahkan disini bahwa menurut struktur organisasi Dep. P&K yang berkau sekarang ini, yang termasuk kategori supervisior dalam pendidikan adalah kepala sekolah, pemilik sekolah, serta staf kantor bidang yang ada di tiap provinsi.
      Menurut keputusan Menteri P dan K RI No.0134/0/1977, tugas pengawas dalam pendidikan dirinci sebagai berikut:
·         Mengendalikan pelaksanaan kurikulum meliputi isi, metode penyajian, penggunaan alat perlengkapandan panilaianya agar berlagsung  sesuai  dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
·         Pengendalian tenaga teknis sekolah agar terpenuhi persyaratan formal yang berlaku dan melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan da peraturan perundang – undangan yang berlaku.
·         Mengendalikan pengadaan , penggunaan dan pemeliharaan sarana sekolah sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang –undangan yang belaku serta menjaga agar kualitas dan kuantitas sarana sekolah memenuhi ketentuan dan persyaratan yang berlaku.
·         Mengendalikan tata usaha sekolah meliputi urusan kepegawaian , urusan keuangan dan urusan perkantoran agar berjalan sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang – undangan yang berlaku.
·         Mengendalikan hubungan kerja sama denga masyarakat, antara lain dengan pemerintahan daerah, dunia usaha, dan lain-lain.
·         Menilai proses dan hasil pelaksaan kurikulum berdasarkan ketetapan waktu.
·         Menilai pelaksanaan kerja tenaga teknis sekolah.
·         Menilai pemanfaatan sarana sekolah
·         Menilai efisiensi dan keefektifan tata usaha sekolah.
·         Menilai hubungan keja sama dengan masyarakat, antara lain pemerintah daerah, dunia usaha, dan lain-lain.
·         Melaksanakan program supervise sekolah serta memberikan pertujukan perbaikan terhadap penyimpangan dalam pengelolaan sekolah yang meliputi segi:
1.      Proses dan hasil pelaksanaan kurikulum yang dicapai pada periode tertentu;
2.      Kegiatan sekolah di bidang pengelolaan gedung dan bangunan , halaman, perabot dan alat – alat kantor dan sarana pendidikan lainnya;
3.      Pengembangan personel sekolah termasuk kepala sekolah, guru, tenaga tata usaha yang mencakup segi disiplin, sikap dan tingkah laku, pembinaan karier,peningkatan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan ketentuan profesi masing – masing.
4.      Tata usaha sekolah termasuk urusan keuangan, urusan sarana, dan urusan kepegawaian.
5.      Hubungan sekolah dengan badan pembantu penyelenggara pendidikan dan masyarakat umumnya
b.      Tipe – tipe pengawasan
      Sehubungan dengan arti supervise seperti diuraikan di atas, dijelskan bahwa fungsi pokok pemimpin sekolah sebagai supervisior terutama ialah membantu guru – guru dalam mengembangkan potensi – potensi mereka sebaik – baiknya. Untuk mengembangkan potensi/daya kesanggupan dan kecakapan itu, kepala sekolah selaku supervisior perlu memperhatikan factor – factor penghambat yang telah diuraikan diatas.
      Akan tetapi, dalam hubungan ini perlu pula diperhatikan bahwa pengertian tentang fungsi supervisior tidak dapat dilepaskan dari tipe – tipe kepemimpinan/kepengawasan mana yang dianutnya.
Burton dan Brueckner mengemukakan adanya lima tipe supervisi, yaitu inspeksi, laissez-faire, coercive, training and guidance, dan democratic leadership. Secara singkat kelima tipe tersebut dapat dijelsankan sebagai berikut:
1.      Supervise sebagai inspeksi
Dalam administrasi dan kepemimpinan yang otoktratis, supervise berarti inspeksi. Dalam bentuk inspeksi ini , supervise  semata – mata merupakan kegiatan menginspeksi pekerjaan guru atau bawahan. Orang – orang yang bertugas/mempunyai tanggung jawab tentang pekerjaan itu disebut inspektur. Istilah ini masih berlaku resmi dan umum di Negara kita meskipun sebenarnya tugas dan pelaksanaan sudah banyak mengalami perubahan.
Inspeksi bukanlah suatu pengawasan yang berusaha menolong guru untuk mengembangkan dan memperbaiki cara san daya kerja sebagai pendidik dan pengajar.Inspeksi dijalankan terutama dimaksud untuk meneliti/mengawasi apakah guru atau bawahan menjalankan apa – apa yang sudah diinstrukan dan ditentukan oleh atasan atau tidak,sampai diman guru atau bawahan menjalankan tugas – tugas yang telah diberikan/ditentukan atasanya. Jadi, inspeksi berarti kegiatan – kegiatan mencari kesalahan.
Untuk menentukan  konduite – baik buruknya  - guru atau bawahn dapat dilihat semata – mata dari: sampai di mana ketaatan dan kebaikanya mejalankan tugas – tugas atasan tersebut. Guru dan bawahan tidak pernah diminta pendapat , diajak merundingkan segala sesuatu yang berhubungan dengan tugasnya. Musyawarah dan mufakat tidak berlaku dalam hal ini. Inilah ciri – ciri kepengawasan yang khas yang berlaku pada zaman colonial dahulu, yang hingga kini masih juga terdapat sisa – sisanya dalam dunia pendidikan kita,Inspeks merupakan tipe kepengawasan yang otoktratis.
2.      Laissez  faire
Kepengawasan yang berarti laissez faire sesungguhnya merupakan kepengawasan yang sama sekali tidak konstruktif.Kepengawasan Liassez faire membiarkan guru/bawahan bekerja sekehendaknya tanpa diberi petunjuk dan bimbingan.Guru boleh menjalankan tugasnya menurut apa yang mereka sukai, boleh mengajar apa yang mereka ingini dan dengan cara yangmereka kehendaki masing – masing.
Sama halnya dengan Laissez faire pada system ekonomi, tipe Laissez faire pada supervisi adalah berdasarkan pandangan demokrasi yang salah.Kita mengetahui bahwa hal yang demikian  bukanlah demokrasi, melainkan justru suatu kepengawasan yang lemah dan tanpa tanggung jawab, seorang kepala sekolah yang termasuk tipe ini sama sekali tidak memberikan bantuan , pengawasan , dan koreksi terhadap pekerjaan guru/ anggota yang dipimpinnya. Pembagian tugas dan kerja sama diserahkan sepenuhnya kepada mereka masing – masing, tanpa petunjuk atau saran – saran, tanpa adanya koordinasi.
Tidak mengherankan jika  dalam kepengawasan Laissez faire ini mudah sekali timbul kesimpangsiuran dalam kekuasaan dan tanggung jawab di antar guru – guru dan pegawai, mudah timbul perselisihan dan kesalahpahaman diantara mereka.Segala kegiatan dilakukan tanpa rencana dan bimbingan pemimpin.Para anggota tidak memiliki pengertian yang tegas tentang batas – batas kekuasaan dan tanggung jawab mereka masing – masing. Dengan demikian ,sukar diharapkan adanya kerja sama yang harmonis yang sama – sama diarahkan ke satu tujuan.
3.      Coercive supervision
Hampir sama dengan kepengawasan  yang bersifat inspeksi, tipe kepengawasan ini bersifat otoriter. Di dalam tindakan kepengawasannya si pengawas  besifat memaksakan segala sesuatu yang dianggapnya benar dan baik menurut pendapatnya sendiri.dalam hal ini pendapat dan inisiatif guru tidak dihiraukan atau tidak dipertimbangkan. Yang penting guru harus tunduk dan menuruti petunjuk – petunjuk  yang dianggap baik oleh supervisior itu sendiri. Mungkin dalam hal –hal tertentu kepengawasan tipe coercive ini berguna dan sesuai; misalnya bagi guru yang mulai belajar dan mengajar. Akan tetapi, untuk perkembangan pendidikan pada umumnya tipe coercive ini banyak kelemahanya. Tidak  semua kepala sekolah ata supervise cara – cara mengajar yang baik untuk seluruh mata pelajaran.
4.      Supervisi sebagai latihan bimbingan
Dibandingkan dengan tipe – tipe supervise yang telah dibicarakan terdahulu, tipe ini lebih baik. Tipe supervise ini berlandaskan suatu pandangan bahwa pendidikan itu merupakan prooses pertumbuhan bimbingan. Juga berdasarkan pandangan bahwa orang – orang yang diangkat sebagai guru  pada umumnya telah mendapat pendidikan pre –service di sekolah guru. Oleh karena itu , supervise yang dilakukan selanjutnya ialah untuk melatih ( to train ) dan member bimbingan  (to guide ) kepada guru – guru tersebut  dalam tugas pekerrjaannya sebagai guru.
Tipe ini baik, terutama bagi guru – guru yang mulai mengajar setelah keluar dari sekolah guru. Klelemahanya ialah : mungkin pengawasan , petunjuk – petunjuk , ataupun nasihat yang diberikan dalam rangka training dan bimbingan itu bersifat kolot, sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan pendidikan dan tuntutan zaman sehingga dapat terjadi kontradiksi antara pengetahuan yang gelah diperoleh guru dari sekolah guru dengan mendapat upervisior itu sendiri. Kontradiksi ini dapat pula terjadi karena sebaliknya, pendapat suprvisi  itu lebih maju sedangkan pengetahuan yang diperoleh guru dari sekolah guru masih bersifat konservatif.
5.      Kepengawasan yang Demokrasi
Dalam kepimimpinan yang demokratis, kepengawasan atau supervise bersifat demokratis pula. Supervisi merupakan kepemimpinan pendidikan secara kooperatif. Dalam tingkat ini supervise bukan lagi suatu oekerjaan yang dipegang oleh seorang petugas bersama yang dikoordinasikan. Tanggung jawab tidak dipegang sndiri oleh sipervisior, melainkan dibagi – bagikan kepada para anggota sesuai dengan tingkat, keahlian , dan kecakapannya masing – masing.
Masalah yang penting yang perlu mendapat perhatian bagi para pengawas dan kepala sekolah selaku supervisior ialah menemukan cara – cara bekerja secara kooperatif yang efektif.Kemajuan dalam situasi belajar murud – murid tidak dapat dicapai dengan memusatkan perhatan kepada teknik mnegajar semata – semata. Mengajar ialah hasil dari keseluruhan pengalaman yang diperoleh oleh guru. Untuk memajukan pengajaran , supervisior harus mau memajukan kepemimpinan yang mengembangkan program sekolah, dan memperkaya lingkungan bagi semua guru, mengusahakan kondisi – kondisi  yang memungkinkan pertumbuhan individual maupun kelompok dalam pandangan dan kecakapan – kecakapan mereka . di samping tu , diusahakan pla adanya iklim dan suuasana sehingga orang – orang merasa diakui dan dihargai sebagai anggota yang sama penting.
Bagi usaha – usaha  da tujuan – tujuan itu, maka kerja sama yang sesuai dan esensial ialah yang dapat memajukan/mengembangkan:
·         Pengertian yang mendalam pada individu da kelompok tentang tujuan – tujuan pendidikan, serta pengabdiannya terhadap tujuan – tujuan itu.
·         Kesediaan dan kerelaan untuk menerima tanggung jawab pribadi dan kelompok bagi tercapainya tujuan –tujuan bersama.
·         Kecakapan untuk member sumbangan – sumbangan secara efektif dan kreatif bagi terpecahnya masalah – masalah yang ertalian dengan pencapain tujuan – tujuan.
·         Koordinasi untuk kepentingan usaha bersama secara keseluruhan.
Bentuk – bentuk kegiatan kerja sama yang sesuai dengan maksud – maksud tersebut sangatlah banyak, akan tetapi , yang pokok dan sangat penting bagi fungsi kepengawasan ialah:
·         Kerja sama dalam merencanakan pekerjaan – pekerjaan , terutama dalam  merumuskan tujuan – tujuan dan menetukan prosedur – prosedur pelaksanaanya.
·         Kerja sama dalam membagi sumber – sumber tenaga dan tanggung  jawab dalam berbagai aspek pekerjaan.
·         Kerja sama  dalam pelaksanaan tugas – tugas penting bagi tercapainya tujuan – tujuan.
·         Kerja sama dalam meniai pelaksanaan prosedur serta penilaian terhadap hasil – hasil pekerjaan.
c.       Kepengawasan dan Semangat
      Untuk menyelenggarakan dan pelaksanaan kerja sama seperti dimaksudkan di atas, diperlukan dasar – dasar yang meliputi Keinsafan, Kesadaran, Dan semangat. Dengan kata lain , untuk memajukan suatu karya bersama secara keseluruhan diperlukan adanyan kesediaan untuk memikultanggung jawab tanpa pemikiran  atau mengutamakan  kepentingan pribadi, melainkan justru untuk tercapainya tujuan –tujuan bersama.
Jika telah diakui keberadaan kebenaran bahwa orang –orang dapat member I sumbangan yang lebih bila mereka diikutsertakan dalam membangun tujuan – tujuan, merencanakan prosedur prosedur dan menilai hasil – hasil maka pimpinan atau supervisior haruslah membantu anggota – anggotanya menciptakan situasi – situasi dimana mereka dappat ikut serta dalam kegiatan kerja sama itu.Jangan mengasingkan oaring – seseorang.

      Dan bila telah diterima bahwa  kerja sama yang efktif  tidak dapat diperoleh dengan cara paksaan, melainkan dengan cara yang lebih brsifat membina, mendorong,dan memberi semangat maka pimpinan harus mengarahkan usaha – usahanya kepeda terciptanya semangat kelompok yang akan mendorong mereka untuk berkerja secara pruduktif.
      Semangat ialah sesuatu yang membuat orang – orang mengabdi kepada tugas pekerjaanya, dimana keputusan bekerja dan hubungan – hubungan kekeluargaan yang menyenangkan menjadi bagian dari padanya.Semangat ialah reaksi emosional dan metal dari seseorang terhadap pekerjaanya.Semangat mempengaruhi kuantitas dan kualitas pekerjaan seseorang.
      Dilihat dari sudut administrasi pendididkan, semangat ialah  suatu disposit pada orang –orang di dalam suatu usaha bersama unutuk bertindak bertingkah laku, dan berbuat dengan cara yang produktif, bagi maksud – maksud dan tujuan – tujuan organisasi atau usaha pendidikan.
      Jika disposisi itu kuat, maka semangat itu tinggi ia tampak sebagai kesediaan untuk menpatkan pertimbangan – pertimbangan tentang diri sendiri di bawah kepentingan bersama, untuk bekerja selaku seseorang anggota dalam suatu kesatuan, untuk terciptanya tujuan –tujuan umum, dan sebagai kecenderungan untuk mendapat kepuasan dari kemajuan –kemajuan yang diperoleh organisasi.
      Rasa kekeluargaan loyalitas, antusiasisme, sifat dapat dipercaya ,dan kesanggupan bekerja sama, menjadi cirri – cirri semangat yang tinggi.
      Bila disposisi lemah maka semangat dikatakan rendah semangat rendah tampak sebagai tingkah laku dan perbuatan – perbuatan yang merusak atau tidak membantu terhadap tujuan – tujuan umum. Ia tampak sebagai ketidak mampuan untuk mendapat kemajuan – kemajuan, dan sebagi kecenderungan untuk kepentingan – kepentingan pribadi. Percekokan yang terus menerus, perpecahan , kurang kesanggupan untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan – perubahan dan frekuensi absen yang tinggi, semua itu adalah ciri – ciri semangat yang rendah.
      Adapun beberapa factor yang dapat mempengaruhi semangat dan perlu mendapat perhatian dari para pemimpin ialah:
·         Adanya tingkat kehidupan yang layak
·         Adanya perasaan terlindung, ketentraman dalam bekerja
·         Adanya kondisi bekerja yang menyenangkan
·         Suasana dan rasa kekeluargaan
·         Perlakuan yang adil dari atasanya
·         Pengakuan dan penghargaan terhadap sumbangan – sumbangan dan jasa – jasa yang diperbuatnya.
·         Terdapat perasaaan  berhasil dan kesadaran untuk ingin berkembang
·         Kesempatan berpartisipasi dan diikutsertakan dalam menentukan kebijkan (policy)
·         Kesempatan untuk tetap memliki rasa harga diri
d.      Ciri – cirri seorang supervisior yang baik
      Jelas kiranya bahwa imlpementasi suatu konsep supervise memerlukan adanya kepemimpinan kependidikan administrasor atau supervisior  (yang baik ).untuk itu supervisior haruslah dibekali/dilengkapi secara personal  maupun professional sifat –sifat dan pengetahuan yang sesuai dengan provesi  jabatan.
      Seorang supervisior hendaknya memiliki cirri – cirri pribadi sebagai guru yang baik, memliki pembaaan kecerdasan yang tinggi, pandangan yang luas mengenai proses pendidikan dalam masyarakat, kepribadian yang menyenangkan dan kecakapan melaksanakan human relation yang baik.ia harus orang yang cinta pda anak –anak dan menaruh minat terhadap mereka dan masalah – masalah belajar mereka.kecakapanya dalam menggunakan proses kelompok sangat vital dan ia harus cakap memimpin kelompok menurut prinsip – prinsip demokratis, memiliki kecakapan dan keteguhan hati untuk mengambil tindakan cepat terhadap kesalahan yang telah diperbuatnya untuk segera diperbaiki.
      Supervisior yang baik selalu merasa di bombing oleh penemuan – penemuan yang telah didapat dari hasil penelitian pendidikan dan mempunyai kesempatan untuk menyatakan pendapat – pendapat itu didalam diskusi – diskusi kelompok dan pertemuan perseorangan.ia hendaknya merupakan pemimpin sumber dalam segala bidang yang mengenai supervise sekolah dan perbaikan pengajaran. Mungkin ia adalah seorang spesialis dalam bidang tertentu, tetapi disamping itu ia pun harus dapat merupakan seorang generalis di dalam approach-nya terhadap keseluruhan program sekolah.
      Dengan singkat, disamping harus memiliki ilmu administrasi dan memahami fungsi – fungsi admintrasi dengan sebaik-baiknya untuk dapat menjalankan fungsinya dengan baik seorang supervisior harus memiliki ciri – ciri dan sifat – sifat sepeti berikut :
·         Baik pengetahuan luas tentang seluk beluk semua pekerjaan yang berada di bawah  pengawasanya.
·         Menguasai/memahami benar – benar rencana dan program yang telah digariskan yang akan dicapai oleh setiap lembaga atau bagian.
·         Beribawa , dan memiliki kecakapan praktis tentang teknik – teknik kepengawasan, terutama human relation.
·         Memiliki sifat –sifat jujur, tegas, konsekwen, ramah dan rendah hati
·         Berkemauan keras , rajin bekerja demi terciptanya tujuan atau program yang telah digariskan/disusun.
e.       Fungsi-fungsi supervisi
      Fungsi-fungsi supervisi yang sangat penting diketahui oleh para pimpinan pendidikan termasuk kepala sekolah adalah sebagai berikut:
1.   Dalam bidang kepemimpinan
·   Menyusun rencana dan policy bersama.
·   Mengikutsertakan anggota-anggota kelompok (guru-guru, pegawai) dalam berbagai kegiatan.
·   Memberikan bantuan kepada anggota kelompok dalam menghadapi dan memecahkan persoalan.
·   Membangkitkan dan memupuk semangat kelompok atau memupuk moral yang tinggi kepada anggota kelompok.
·   Mengikutsertakan semua anggota dalam menetapkan putusan-putusan.
·   Membagi-bagi dan mendelegasikan wewenang dan tanggung jawab kepada anggota kelompok sesuai dengan fungsi-fungsi dan kecakapan masing-masing.
·   Mempertinggi daya kreatif pada anggota kelompok.
·   Menghilangkan rasa malu dan rasa rendah diri pada anggota kelompok sehingga mereka berani mengemukakan pendapat demi kepentingan bersama.
2.   Dalam hubungan kemanusiaan
·   Memanfaatkan kekeliruan ataupun kesalahan-kesalahan yang dialaminya untuk dijadikan pelajaran demi perbaikan selanjutnya, bagi sendiri maupun bagi anggota kelompoknya.
·   Membantu mengatasi kekurangan ataupun kesulitan yang dihadapi anggota kelompok.
·   Mengarahkan anggota kelompok kepada sikap-sikap yang demokratis.
·   Memupuk rasa saling menghormati di antara sesama anggota kelompok dan sesama manusia.
·   Menghilangkan rasa saling curiga sesama anggota kelompok.


3.   Dalam pembinaan proses kelompok
·   Mengenal masing-masing pribadi anggota kelompok, baik kelemahan maupun kemampuan masing-masing.
·   Menimbulkan dan memelihara sikap percaya-mempercayai antara sesama anggota maupun antara angota dengan pimpinan.
·   Memupuk sikap dan kesediaan tolong-menolong.
·   Memperbesar rasa tanggung jawab para anggota kelompok.
·   Bertindak bijaksana dalam menyelesaikan masalah di antara anggota kelompok.
·   Menguasai teknik-teknik rapat dan pertemuan-pertemuan lainnya.
4.   Dalam bidang administrasi personel
·   Memilih personel yang memiliki syarat-syarat dan kecakapan yang diperlukan untuk suatu pekerjaan.
·   Menempatkan personel pada tempat dan tugas yang sesuai dengan kecakapan dan kemampuan masing-masing.
·   Mengusahakan susunan kerja yang menyenangkan dan meningkatkan daya kerja serta hasil maksimal.
5.   Dalam bidang evaluasi
·   Menguasai dan memahami tujuan-tujuan pendidikan secara khusus dan terperinci.
·   Menguasai dan memiliki norma-norma atau aukuran yang akan digunakan sebagai kriteria penilaian.
·   Menguasai teknik-teknik pengumpulan data untuk memperoleh data yang lengkap, benar, dan dapat diolah menurut norma-norma yang ada.
·   Menafsirkan dan menyimpulkan hasil-hasil penilaian sehingga mendapat gambaran tentang kemungkinan-kemungkinan untuk mengadakan perbaikan-perbaikan.
      Jika fungsi-fungsi supervisi di atas benar-benar dikuasai dan dijalankan dengan sebaik-baiknya oleh setiap pemimpin pendidikan termasuk kepala sekolah terhadap para anggotanya, maka kelancaran jalannya sekolah atau lembaga dalam pencapaian tujuan pendidikan akan lebih terjamin.
f.       Tugas-tugas supervisor
Macam-macam tugas supervisi pendidikan yang riel dan terperinci:
1.      Menghadiri rapat/pertemuan  organisasi-organisasi professional.
2.      Mendiskusikan tujuan-tujuan dan filsafat pendidikan dengan guru-guru.
3.      Mengadakan rapat-rapat kelompok untuk mendiskusikan masalah-masalah umum.
4.      Melakukan classroom visitation atau class visit.
5.      Mengadakan pertemuan-pertemuan individual dengan guru-guru tentang masalah-masalah yang mereka usulkan.
6.      Mendiskusikan metode-metode mengajar dengan guru-guru.
7.      Memilih dan menilai buku-buku yang diperlukan siswa.
8.      Membimbing guru-guru dalam menyusun dan mengembangkan sumber-sumber dan unit-unit pengajaran.
9.      Memberikan saran-saran atau instruksi tentang bagaimana melaksanakan suatu unit pengajaran.
10.  Mengorganisasi dan bekerja dengan kelompok guru-guru dalam program revisi kurikulum.
11.  Menginterpretasidata tes kepada guru-guru dan membantu mereka bagaimana penggunaannya bagi perbaikan pengajaran.
12.  Menilai dan menyeleksi buku-buku untuk perpustakaan guru-guru.
13.  Bertindak sebagai konsultan di dalam rapat atau pertamuan kelompok local.
14.  Bekerja sama dengan konsultan-konsultan kurikulum dalam menganalisis dan mengembangkan program kurikulum.
15.  Berwawancara dengan orang tua murid tentang hal-hal yang mengenai pendidikan.
16.  Menulis dan mengembangkan materi-materi kurikulum.
17.  Menyelenggarakan manual atau bulletin tentang pendidikan dan pengajaran dalam ruang lingkup bidang tugasnya.
18.  Mengembangkan sistem pelaporan murid seperti kartu-kartu catatan kumulatif.
19.  Berwawancara dengan guru-guru dan pegawai untuk mengetahui bagaimana pandangan atau harapan-harapan mereka.
20.  Membimbing pelaksanaan program-program testing.
21.  Menyiapkan sumber-sumber atau unit-unit pengajaran bagi keperluan guru-guru.
22.  Mengajar guru-guru bagaimana menggunkan audio-visual aids.
23.  Menyiapkan laporan-laporan tertulis tentang kunjungan kelas bagi para kepala sekolah.
24.  Menulis artikel-artikel tentang pendidikan atau kegiatan-kegiatan sekolah/guru-guru dalam surat-surat kabar.
25.  Menyusun tes-tes standar bersama kepala sekolah dan guru-guru.
26.  Merencanakan demonstrasi mengajar dan sebagainya oleh guru yang ahli, supervisi sendiri, ahli-ahli lain dalam rangka memperkenalkan metode baru, alat-alat baru.
2.      Jenis Supervisi
a.      Supervisi umum dan supervisi pengajaran
      Supervisi umum adalah supervisi yang dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan atau pekerjaan yang secara tidak langsung berhubungan dengan usaha perbaikan pengajaran seperti supervisi terhadap kegiatan pengelolaan bangunan dan perlengkapan sekolah atau kantor-kantor pendidikan, supervisi pengelolaan keuangan sekolah atau kantor pendidikan, dan sebagainya.
      Supervisi pengajaran adalah kegiatan-kegiatan kepengawasan yang ditujukan untuk memperbaiki kondisi-kondisi baik personel maupun material yang memungkinkan terciptanya situasi belajar mengajar yang lebih baik demi tercapainya tujuan pendidikan.

b.      Supervisi klinis
Supervisi klinis merupakan bagian dari supervisi pengajaran. Disebut supervisi klinis sebab prosedur pelaksanaanya lebih ditekankan kepada mencari sebab-sebab atau kelemahan-kelemahan yang terjadi di dalam proses belajar mengajar, dan kemudian secara langsung pula diusahakan bagaiamana memperbaiki kelemahan atau kekurangan tersebut.
      Di dalam supervisi klinis cara menangani masalah dilakukan setelah supervisor mengadakan pengamatan secara langsung terhadap cara guru mengajar, dengan mengadakan “diskusi balikan” antara supervisor dengan guru yang bersangkutan. Diskusi balikan di sini adalah diskusi yang dilakukan segera setelah guru selesai mengajar dan bertujuan untuk memperoleh balikan tentang kebaikan maupun kelemahan yang terdapat selama guru mengajar serta bagaimana usaha untuk memperbaikinya.
Ciri-ciri supervisi klinis
La Sulo mengemukakan ciri-ciri supervisi klinis ditinjau dari segi pelaksanaannya sebagai berikut:
1.      Bimbingan supervisor kepada guru bersifat bantuan, bukan perintah atau instruksi.
2.      Jenis keterampilan yang akan disupervisi diusulkan oleh guru atau calon guru yang akan disupervisi dan disepakati melalui pengkajian bersama antara guru dan supervisor.
3.      Meskipun guru atau calon guru mempergunakan berbagai keterampilan mengajar secara terintergrasi, sasaran supervisi hanya pada beberapa keterampilan tertentu saja.
4.      Instrumen supervisi dikembangkan dan disepakati bersama antara supervisor dan guru berdasarkan kontrak.
5.      Balikan diberikan dengan segera dan secara obyektif .
6.      Meskipun supervisor telah menganalisis dan menginteprestasi data yang direkam oleh instrumen observasi, di dalam diskusi atau pertemuan balikan guru/calon guru diminta terlebih dahulu menganalisis penampilannya.
7.      Supervisor lebih banyak bertanya dan mendengarkan dari pada memerintah atau mengerahkan.
8.      Supervisi berlangsung dalam suasana intim dan terbuka.
9.      Supervisi berlangsung dalam siklus yang meliputi perencanaan, observasi, dan diskusi/pertemuan balikan.
10.  Supervisi klinis dapat dipergunakan untuk pembentukan atau peningkatan dan perbaikan keterampilan mengajar.
c.       Supervisi melekat dan supervisi fungsional
      Istilah pengawasan melekat diturunkan dari bahasa asing  built in controle yang berarti suatu pengawasan yang memang sudah dengan sendirinya melekat menjadi tugas dan tanggung jawab semua pimpinan, dari pimpinan tingkat atas sampai dengan pimpinan tingkat paling bawah dari semua organisasi atau lembaga.
      Tujuan pengawasan melekat adalah untuk mengetahui apakah pimpinan unit kerja dapat menjalankan fungsi pengawasan dan pengendalian yang melekat padanya dengan baik sehingga bila ada penyelewengan, pemborosan, korupsi, pimpinan unit kerja dapat mengambil tindakan koreksi sedini mungkin.
Pengawasan fungsional adalah kegiatan-kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh orang-orang yang fungsi jabatannya sebagai pengawas. Sebagai contoh konkret tentang pengawasan fungsional dapat dilihat didalam struktur organisasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
      Pengawasan fungsional yang mengenai pengajaran pada umumnya dilakukan oleh para pengawas di tingkat Kanwil Depdikbud yang ada di di tiap provinsi seperti Pengawas bidang Pendidikan Menengah Umum, Pengawas bidang Pendidikan Menengah Kejuruan, dan Pengawas bidang Pendidikan Guru dan Tenaga Teknis.


3.       Inservice-training dan upgrading
a.      Inservice-training
      Inservice-training ialah segala kegiatan yang diberikan dan diterima oleh para petugas pendidikan seperti pengawas, kepala sekolah, penilik sekolah, guru,dsb. yang bertujuan untuk menambah dan mempertinggi mutu pengetahuan, kecakapan dan pengalaman guru-guru dalam menjalankan tugas kewajibannya.
      Inservice-training atau pendidikan dalam jabatan merupakan bagian yang integral dari program supervisi yang harus diselenggarakan oleh sekolah-sekolah setempat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sendiri dan memecahkan persoalan-persoalan sehari-hari yang menghendaki pemecahan segera.
      Program inservice-training dapat melingkupi berbagai kegiatan seperti mengadakan seminar, mempelajari kurikulum, survai masyarakat, demonstrasi mengajar menurut metode-metode baru, fieldtrip, kunjungan-kunjungan ke sekolah di luar daerah, dan persiapan-persiapan khusus untuk tugas-tugas baru.
b.      Upgrading (penataran)
      Upgrading  adalah suatu usaha atau kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf ilmu pengetahuan dan kecakapan para pegawai, guru-guru, atau petugas pendidikan lainnya sehingga dengan demikian keahliannya bertambah luas dan mendalam.

4.     Penempatan guru dan mutasi pimpinan sekolah
a.      Masalah Penempatan Guru
      Pengangkatan dan penempatan guru di suatu sekolah merupakan tugas dan tanggungjawab Kepala Kanwil melalui Kepala Bidang masing-masing. Dari pengalaman kita mengetahui bahwa pengangkatan dan penempatan guru merupakan masalah yang tidak mudah dan memerlukan beberapa pertimbangan dan pemikiran.
      Beberapa hal yang menyebabkan kesulitan dalam pengangkatan dan penempatan guru-guru dapat dikemukakan di sini antara lain:
1.      Besarnya hasrat pada guru-guru muda untuk melnjutkan pelajarannya guna mencapai ijazah yang lebih tinggi sehingga banyak di antara mereka yang memilih tempat bekerjanya di kota-kota besar.
2.      Makin kurangnya animo untuk ke sekolah guru sehingga jumlah guru yang dihasilkan setiap tahunnya kurang dapat memenuhi kebutuhan jumlah tenaga guru yang diperlukan.
3.      Sejajar dengan no.2 di atas, terlihat adanya kecenderungan makin banyaknya siswa wanita yang masuk ke sekolah guru, tidak sebanding dengan jumlah prianya. Sedangkan pengangkatan/penempatan guru-guru wanita lebih memerlukan banyak pertimbangan daripada penempatan bagi guru pria.
4.      Khusus untuk SLP dan SLA, kekurangan guru-guru vak eksakta dan keterampilan sangat menonjol, di samping melimpahnya jumlah jumlah guru vak umum seperti bahasa dan IPS.
5.      Adanya sistem pengkajian yang masih menggunakan “Sistem Skala Tunggal” seperti PGPS-68 yang pada umumnya kurang menguntungkan, terutama bagi jabatan guru.
6.      Administrasi kepegawaian yang sangat birokratis sehingga menghambat kelancaran prosedur pengangkatan serta penempatan guru-guru dan pegawai pada umumnya.
7.      Last but not least: belum adanya perencanaan (palnning) yang matang dari tiap departemen khususnya yang menyangkut pendidikan.
      Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam usaha mengangkat dan menempatkan guru seperti:
1.      Pengangkatan dan penempatan guru hendaknya didasarkan atas hasil seleksi dan kualifikasi yang telah diadakan sebelumnya.
2.      Disesuaikan dengan kebutuhan yang sabenarnya dari sekolah yang bersangkutan.
3.      jarak antara tempat tinggal guru dan sekolah.
4.      Untuk sekolah-sekolah tertentu mungkin perlu juga dipertimbangkan jenis kelamin dan status perkawinan.
5.      Latar belakang pendidikan dan pengalaman kerja sebagai guru.
6.      Keahlian khusus dan hobby yang dimilikinya.
7.      Hal-hal lain yang mungkin masih diperlukan sesuai dengan rencana jangka panjang dari instansi atau sekolah yang bersangkutan.
b. Pentingnya mutasi pimpinan sekolah
1.      Mutasi vertikal dan horizontal
        Yang dimaksud dengan mutasi vertikal di sini ialah mutasi yang dilakukan dengan memindahkan pegawai yang bersangkutan kepada jabatan yang lebih tinggi atau lebih rendah dalam jenjang organisasi kepegawaian.
        Kebaikan mutasi vertikal ini adalah memberikan kesempatan bagi para pegawai untuk dapat mengembangkan kariernya, mendorong para pegawai untuk bekerja lebih giat, jujur dan mempertinggi prestasi kerjanya.
        Mutasi horizontal adalah mutasi yang dilakukan dengan jalan memindahkan kepala sekolah itu ke sekolah yang lain, yang sejenis tanpa mengubah status jabatannya.
2.      Syarat yang perlu diperhatikan untuk melaksanakan mutasi:
a.       Dilakukan dengan rencana yang matang, sistematis dan praktis.
b.      Berdasarkan hasil supervisi yang kontinyu dan teliti.
c.       Diketahui benar-benar kelemahan atau kelebihan masing-masing kepala sekolah.
d.      Diketahui benar-benar kelebihan dan kelemahan masing-masing sekolah.
e.       Para sekolah mengetahui dan menyadari mengapa dan untuk apa mereka dimutasi.
f.       Mutasi vertikal dan horizontal dapat dilakukan secara bersama-sama sesuai dengan tuntutan pengembangan pendidikan.
g.      Lebih baik jia mutasi itu dilaksanakan secara periodik, misal setiap 4 atau 5 tahun sekali. Kecuali mutasi yang terpaksa atau mendadak karena suatu hal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar